Kamis 23 Mar 2023 06:12 WIB

Guru Besar IPB: Pembentukan Palm Co Akan Perkuat Industri Sawit Nasional

PalmCo akan menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar dunia dari sisi luas lahan.

Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Sumatera Selatan.
Foto: ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Sumatera Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian BUMN yang berencana membentuk Palm Co, sebagai sub-holding PTPN Group, khusus mengelola bisnis sawit dari hulu ke hilir, dinilai sebagai kebijakan yang sangat tepat.  

Profesor Didin S Damanhuri, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, pembentukan Palm Co akan menguntungkan perusahaan, industri sawit, dan perekonomian nasional, sehingga perlu segera direalisasikan secara konsisten. Dia mengatakan, pembentukan Palm Co akan mendukung program hilirisasi sumber daya alam, terutama komoditas perkebunan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Indonesia. 

“Ini langkah yang sangat baik. Jika Palm Co dibentuk dalam rangka hilirisasi saya rasa ini tepat. Kalau menurut saya begitu,” yjar Didin S Damuri yang juga pendiri dan ekonom senior INDEF, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Kamis (23/3/2023). 

Bagi industri kelapa sawit nasional, dia menilai, dengan adanya Palm Co, akan meningkatkan nilai tambah CPO di dalam negeri. Mengingat saat ini, Indonesia hanya memproduksi 47 produk turunan dari CPO. Itupun, menurutnya, belum komersil. 

Padahal, paparnya, Malaysia telah memproduksi sekitar 100 jenis produk turunan CPO dan hampir semuanya telah dipasarkan di pasar regional dan internasional. Sedangkan, Indonesia masih mengandalkan CPO dan minyak goreng. 

“Adanya PalmCo dalam rangka hilirisasi ini adalah langkah sangat jitu, asal jangan setengah-setengah karena produk turunan minyak sawit sangat bervariasi,” ujarnya.

Didin mencontohkan salah satu produk turunan CPO yang sedang diteliti peneliti IPB dan Taiwan adalah memproduksi gula dari CPO karena gula tebu dinilai tidak efisien dari sisi penggunaan lahan dan produktivitas tanaman. 

“Kebetulan IPB baru saja menandatangani dengan perusahaan Taiwan bagaimana sawit bisa menghasilkan gula. Ini lebih produktif dari tebu. Jadi kalau IPB berhasil, PTPN bisa langsung membeli patennya. Banyak lagi contoh produk turunan CPO hasil inovasi di dalam negeri yang bisa dikomersilkan melalui Palm Co,” paparnya. 

Sementara itu, bagi perekonomian nasional dan negara, dia mengatakan,  program hilirisasi CPO yang didukung oleh Palm Co akan mampu meningkatkan devisa dari ekspor produk turunan yang akan dihasilkan.    

“Begini, kalau dengan CPO saja Indonesia bisa mengumpulkan devisa ekspor tahun lalu sekitar Rp 530 triliun, tentu dengan hilirisasi akan lebih besar lagi,” terangnya. 

Namun, dia mengingatkan, untuk mencapai target ini tidak hanya membutuhkan dukungan teknologi, modal, tetapi juga marketing intelligent, sampai mengukur daya saing dengan produk-produk yang telah lebih dulu diproduksi oleh negara lain.  

“Untuk itulah, Pemerintah harus memastikan seleksi Direksi di Palm Co dilakukan dengan ketat. Direksinya harus berkelas internasional, dari sisi manajerial dan R&D sampai menemukan produk-produk baru dengan benchmark minimal ke Malaysia,” ucapnya.   

Di sisi lain, Didin S Damanhuri mengingatkan, bahwa industri minyak sawit Indonesia juga ada sisi kelamnya, yaitu dugaan kartel minyak sawit.  Pemerintah melalui Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), menurutnya, harus bisa mengatasi persoalan ini, sehinga perusahaan yang ingin berkembang, seperti Palm Co, bisa melaju dengan pesat, sesuai dengan mekanisme pasar. 

Lebih jauh, dia mengingat kembali jika mundur ke belakang, sebenarnya regrouping dan restrukturisasi sudah mulai diwacanakan di masa Menteri BUMN Tanri Abeng di awal era reformasi tahun 1998. Namun, jelasnya, tidak sampai direalisasikan.

“Terakhir ini, saya lihat agak serius. Saya ikuti perkembangannya, ada dibentuk holding, Palm Co, kemudian ada hilirisasi sawit. Saya kira ini tepat, asalkan implementasinya konsisten,” tambahnya.

Seperti diketahui dalam pengumuman rencana penggabungan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII akan bergabung ke dalam PTPN IV atau nantinya dikenal sebagai Sub Holding PalmCo. 

Dari hasil konsolidasi, PalmCo akan menjadi salah satu perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600 ribu ha pada tahun 2026, dan akan menjadi pemain utama industri sawit dunia. 

Terkait minyak goreng, PTPN nantinya akan mampu meningkatkan produksi minyak goreng curah dalam negeri dan meningkatkan produksi CPO. Melalui PalmCo, diharapkan pada 2026, PTPN akan mampu memproduksi 1,8 juta ton minyak goreng. 

Kemudian, untuk membantu mencapai target bisnisnya, terutama dari sisi dukungan modal, efisiensi dan transparasi tata kelola perusahaan, PalmCo ditargetkan bisa IPO tahun 2023 dan mendapatkan modal baru sekitar Rp5 triliun hingga Rp 10 triliun. Penggabungan PalmCo menurut PTPN Holding direncanakan akan dilakukan pada Mei 2023.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement