Ahad 12 Mar 2023 09:41 WIB

Gaya Hidup Pejabat: Masalahnya Bukan Kejujuran, Tetapi Pamer!

Larangan gaya hidup pamer selama ini hanya sekedar himbauan

Sejumlah warga menaiki motor Harley Davidson
Foto:

Konsumsi Citra dan Masyarakat Konsumsi 

Pamer harta kekayaan telah mengakar dalam masyarakat modern. Ini tidak dapat dilepaskan dari sistem sosial masyarakat yang dominan, yakni kapitalisme. Menurut Filsuf Perancis, Jean Baudrillard, masyarakat kapitalisme modern ditopang oleh konsumsi. Produksi diselenggarakan untuk melanggengkan konsumsi. Oleh karena itu, yang ditekankan adalah konsumsi. Jika konsumsi berlanjut, produksi pun berlanjut. Maka, dikonstruksikanlah citra-citra ke dalam produk. Citra-citra ini membuat orang mengkonsumsi bukan karena hasrat untuk memenuhi kebutuhan semata, tetapi keinginan. Kebutuhan ada batasnya, sedangkan keinginan tidak. 

Keinginan itulah yang direproduksi dalam bentuk citra-citra modern. Ini dapat ditemui dengan mudah ketika seseorang mengkonsumsi atau membeli barang karena citra yang dilekatkan dalam barang tersebut. Pergeseran pun terjadi. Meskipun konsumsi barang kebutuhan sama-sama untuk “mengada”, tetapi maknanya berbeda. Dalam masyarakat konsumsi, konsumsi itu bukan sarana untuk hidup, tetapi “hidup” itu sendiri. Eksistensi seseorang pun ditentukan oleh barang konsumsinya. 

Ketika konsumsi adalah sarana “mengada” maka budaya pamer segera menyertai keberadaannya. Sederhananya, buat apa saya mengkonsumsi suatu barang, jika tidak saya pamerkan? Jika konsumsi barang mewah hanya disembunyikan, maka tidak akan memberikan makna apa-apa. Padahal, tujuan konsumsi untuk membangun citra-citra dirinya, eksistensi dirinya. Dengan argumen demikian, tidaklah mungkin mengkonsumsi tanpa memamerkannya. 

Di era media sosial, budaya pamer menemukan ruang paling luas. Jika dulu, misalnya, orang memamerkan televisi barunya dengan memajang di ruang tamu, maka sekarang bisa dipajang di media sosial. Penonton pun bertambah. Jika pamer di ruang tamu hanya dilihat tetangga atau tamu yang datang, di media sosial dapat dilihat orang sejagat. Maka, hasrat pamer di media sosial pun semakin menggebu-gebu. Oleh karena itu, jika F. Budi Hardiman menyatakan bahwa, “Aku klik karena itu aku ada” dalam menyikapi kehadiran media sosial, maka ini mesti ditambahkan. “Aku pamer karena itu aku ada”.  

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement