Jumat 03 Mar 2023 23:15 WIB

Kebijakan Pendidikan Pemerintah Dinilai Masih Bias ke Sekolah Negeri

Apabila pemerintah membangun sekolah negeri, sekolah swasta juga harus diperhatikan.

Universitas Muhammadiyah Jakarta menjalin kerja sama dengan Media Indonesia. Tampak Rektor UMJ DR Ma
Foto: Universitas Muhammadiyah
Universitas Muhammadiyah Jakarta menjalin kerja sama dengan Media Indonesia. Tampak Rektor UMJ DR Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pendidikan pemerintah dinilai masih bias ke sekolah negeri. Itu terbukti dari bantuan yang diberikan ke sekolah negeri, dibangunnya sekolah negeri di sejumlah wilayah di Indonesia. Padahal kalangan swasta apabila didukung dana pemerintah  akan mampu menopang pembangunan pendidikan di Indonesia.

Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr Ma'mun Murod Al-Barbasy kewajiban yang dibangun adalah negara hadir mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalangan swasta yang membantu negara. Jumlah perguruan tinggi negeri (PTN) hanya 10 persen dari jumlah perguruan tinggi swasta (PTS) yang mencapai sekitar 400 PTS.

Negara tidak perlu lagi membangun PTN atau merubah swasta menjadi PTN karena biayanya besar seperti menyiapkan infrastruktur, tenaga pengajar dan lainnya. "Kalau swasta berhenti, negara akan repot," kata Ma'mun di sela penandatanganan perjanjian kerjasama UMJ dengan harian Media Indonesia, Jumat (3/3/2022), dalam siaran persnya.

Menurutnya, saat ini banyak sekolah swasta yang hidup segan mati tidak mau. Hal itu yang harus diperhatikan pemerintah. Apabila pemerintah membangun sekolah negeri, sekolah swasta juga harus diperhatikan.

 

Ma'mun juga menyingung masalah pendidikan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Pihaknya mendukung kebijakan Kemendikbudristek tersebut, namun dinilainya masih ada masalah serius yang harus dievaluasi. Program tersebut mengabaikan peran kampus sebagai media pembelajaran terkait dengan masalah kepemimpinan.

Mahasiswa dituntut cepat menyelesaikan perkuliahan, namun tidak ada penghargaan bagi kegiatan kepemimpinan seperti ketua badan eksekutif mahasiswa (BEM) atau ketua himpunan organisasi kemahasiswaan. Padahal kegiatan kepemimpinan ini penting untuk melahirkan pemimpin masa depan, bukan sekadar pekerja atau karyawan. "Ini kritik  terhadap kegiatan merdeka belajar, tapi secara prinsip UMJ mendukung MBKM," katanya.

Selain itu kebijakan dibatasinya kapasitas dosen tidak tetap untuk mengajar hanya 10 persen juga berdampak buruk bagi pendidikan di perguruan tinggi. Padahal dosen tidak tetap yang berkualitas sangat dibutuhkan bagi mahasiswa untuk berbagi ilmu antar perguruan tinggi. Sebagai gambaran sejumlah ilmuwan ternama sempat mengajar di beberapa fakultas di UMJ dan kini aktivitas mereka dibatasi oleh kebijakan tersebut. Sekarang kebijakan yang baru tersebut hanya memungkinkan dosen tidak tetap mengikuti kuliah umum.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Media Indonesia Gaudensius Suhardi, menilai pentingnya menjalin kerja sama dengan organisasi pendidikan dan kemasyarakatan. Karena itu pihaknya ingin menjalin pertukaran kerja sama intelektual dengan kalangan pendidikan di kampus UMJ. "Agar bisa menjadi referensi bangsa, harus bisa bergandengan tangan dengan komponen bangsa," katanya.

Menurut rencana kerja sama kedua pihak tersebut menyangkut penyelenggaraan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat UMJ.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement