Senin 30 Jan 2023 00:05 WIB

Erdogan Kritik The Economist Ikut Campur dalam Pemilu Turki

Erdogan menjadi penguasa Turki sejak 2003.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik media internasional The Economist yang baru-baru ini mengeluarkan artikel yang membahas pemilihan presiden dan parlemen negara itu.
Foto: AP Photo/Firdia Lisnawati
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik media internasional The Economist yang baru-baru ini mengeluarkan artikel yang membahas pemilihan presiden dan parlemen negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik media internasional The Economist yang baru-baru ini mengeluarkan artikel yang membahas pemilihan presiden dan parlemen negara itu. Menurut Erdogan, artikel tersebut berusaha menggiring opini publik dengan tulisan licik tentang pemilihan.

"Organisasi media internasional, yang bahkan tidak menangani pemilu di negara mereka sendiri dengan baik, mengikuti proses pemilu di Türki setiap hari. Mereka bahkan lebih dari sekedar mengikuti mereka dan mencoba untuk membimbing publik dengan tajuk berita tercela dan artikel licik yang mereka terbitkan," kata Erdogan di sebuah acara di provinsi Denizli barat dikutip dari Anadolu Agency.

Baca Juga

Erdogan menyatakan, telah menyadari kondisi yang mengganggu media internasional itu sehingga menyerang pemilihan umum Turki dan berusaha ikut campur. Dia tidak merinci tentang alasan-alasan tersebut.

Sebuah artikel yang diterbitkan media yang berbasis di London itu menyerukan kepada pembaca untuk memberikan perhatian atas pemilihan Turki yang akan datang. Dalma tulisan itu menilai Ankara berada di ambang bencana di bawah kepemimpinan Erdogan. Erdogan pun langsung mengecam The Economist, dengan mengatakan "Majalah Inggris tidak dapat menentukan nasib Turki."

Erdogan telah menetapkan 14 Mei adalah waktu yang paling cocok untuk mengadakan pemilihan parlemen dan presiden berikutnya. Sebagai penguasa Turki sejak 2003, dia menilai negara itu akan mengalami salah satu pemilihan yang paling kritis dalam sejarahnya. Erdogan pertama kali menjabat sebagai perdana menteri dan kemudian sejak 2014 terus memimpin Turki sebagai presiden usai mengubah aturan yang memfokuskan kepemimpinan terhadap jabatannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement