Selasa 24 Jan 2023 06:55 WIB

Perubahan Iklim dan Tuntunan Agama Kita

Konsep pelestarian alam yang ditawarkan Islam memang telah diakui dunia.

Kerusakan lingkungan akan berdampak pada terjadinya bencana alam. (foto ilustrasi)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Kerusakan lingkungan akan berdampak pada terjadinya bencana alam. (foto ilustrasi)

Oleh : Nashih Nasrullah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Perubahan iklim masih merupakan isu dan concern utama dunia internasional. Merujuk data Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), terjadi peningkatan bencana dalam kurun waktu 50 tahun terakhir yang disebabkan cuaca ekstrem.

Masih menurut lembaga yang sama, dalam kurun waktu 1970-2019,  tercatat 3.454 bencana di wilayah Asia yang menyebabkan setidaknya 975.622 nyawa melayang. Sementara itu, kerugian materi dampak bencana ini mencapai 1,2 triliun dolar AS.

Islam, sebagai salah satu agama yang mengajarkan norma dan tatanan hidup, juga mempunyai concern sama ihwal pentingnya menjaga alam dan mengantisipasi perubahan iklim.

Ajaran-ajarannya yang kuat menekankan pentingnya menjaga keseimbangan alam. Solusi yang ditawarkan meliputi hulu hingga hilir, integral, dan komprehensif. Menempatkan manusia sebagai sentral keseimbangan alam.

Inilah alasan Imam ar-Raghib al-Ashafani, seperti dinukilkan dari kitab ad-Dzari’ah ila Makarim as-Syari’ah, menyatakan bahwa menurut konsep Islam, tugas manusia di muka bumi bukan sekadar beribadah kepada Tuhan atau mengaktualisasikan diri sebagai pemimpin, melainkan juga menjalankan tugas ’imarah al-ardl untuk mengurus bumi dan segenap sumber daya alam dengan sebaik-baiknya.

Pakar tafsir Imam Abu Hayan dalam tafsirnya bertajuk al-Bahr al-Muhith menegaskan, pelestarian alam atau lingkungan menjadi misi para nabi sepanjang sejarah. Saat menguraikan makna dari surah Huud ayat 61, ia memaparkan bagaimana Nabi Shalih as diperintahkan kepada Kaum Tsamud untuk konsisten di jalan tauhid, kemudian mengoptimalkan peran mereka sebagai pemimpin di muka bumi dan seruan terakhir agar mereka mendayagunakan potensi alam di muka bumi secara proporsional.

Tugas ’imarah disandingkan dengan tauhid dan kekhalifahan membuktikan bahwa pelestarian alam, tak lagi masuk ranah cabang agama (furu’iyyah), tetapi merupakan prioritas utama dharuriyyat. Menjaga lingkungan berarti mempertahankan keberlangsungan hidup berikut lima dharuriyyat meliputi agama, jiwa, akal, nasab, dan harta. 

Konsep pelestarian alam yang ditawarkan Islam memang telah diakui dunia. Pangeran Charles dalam sebuah pidatonya di hadapan para sarjana dan intelektual Pusat Kajian Islam Oxford pada 2010 menyatakan bahwa doktrin semua agama menyerukan pemeliharaan alam, terutama Islam.

Dalam konsep Islam, manusia tidak terlepas dari alam. Kerusakan yang terjadi di muka bumi pada dasarnya bukan akibat maraknya industrialisasi, tetapi lebih kepada perilaku dan pola interaksi manusia terhadap alam yang cenderung destruktif. Sebab itu, eksistensi makhluk hidup di muka bumi sangat bergantung pada sejauh mana manusia mampu berlaku adil terhadap alam. “Islam mengajarkan agar manusia harmonis dengan alam,” ujarnya.

Konsepsi dan rumusan fikih bi’ah pernah dijabarkan secara gamblang oleh cendekiawan Syekh Yusuf al-Qaradhawi. Gagasan itu tertuang dalam bukunya yang diterbitkan pada 2001 dengan judul Ri’ayat al-Biah fi Syariat al-Islam. Ada delapan konsep utama pelestarian yang digariskan oleh Islam.

Pertama, penghijauan dan reboisasi. Ada dua unsur utama dalam poin ini, yaitu nilai manfaat dan estetika.

Kedua, aktivasi lahan mati. Ini dilakukan dengan memberdayakan lahan-lahan mati dan optimalisasi potensi yang ada.

Ketiga, menjaga kebersihan dan kesucian. Sebab. keberhasihan merupakan bagian tak terlepaskan dari agama. Ini mesti berimplikasi pada lingkungan. Karena itu, Allah SWT mencintai orang-orang yang bersih dan gemar bersuci.

Keempat, pengelolaan sumber daya alam. Ini mesti dilakukan dengan tetap menjaga prinsip keseimbangan alam.

Kelima, menjaga sumber daya manusia. Ini tak kalah penting dan berkorelasi langsung, menjaga manusia berarti juga menjaga alam.

Keenam, berlaku baik terhadap alam. Termasuk di dalamnya segenap makhluk hidup atau benda mati sekalipun yang ada di bumi.

Ketujuh, menghindari perusakan. Bentuk dari pemeliharaan alam menurut Islam, menjaganya dari kerusakan akibat apa pun, termasuk kejahilan manusia.

Dan kedelapan, menjaga keseimbangan alam. Alam diciptakan dengan ekosistemnya yang seimbang dan dengan takaran yang proporisonal. Ini harus dijaga keseimbangannya.

Ia memberikan contoh bagaimana semestinya fikih lingkungan ini bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan, umat Islam harus tampil sebagai garda terdepan. Misalnya, perilaku pemanfaatan kita terhadap air.

Sering kali pendayagunaan air, kata sosok yang pernah menjabat Sekjen Ulama Internasional itu, tidak optimal, bahkan di banyak kesempatan cenderung eksploitatif.

Hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus dicegah. Pasalnya, berbeda dengan kekayaan bumi atau alam lainnya, air bersifat surut dan tidak bisa dibudidayakan.

Ia menegaskan, jika pemakaian yang tak tepat guna dan konsumsi berlebihan tetap terjadi maka tak mustahil, krisis air pun akan terjadi.

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS al-Mu’minuun [23] : 18).

Di sinilah letak mengapa Rasulullah SAW dalam sebagian riwayat pernah mengingatkan Saad bin Abi Waqash agar berwudhu dengan air secukupnya.

Tidak usah berlebih sekalipun berada di lokasi dengan air yang melimpah. Ini sebagai bentuk upaya menjaga keseimbangan alam. Mendayagunakan potensinya tanpa harus berlebihan sesuai porsinya. Sebab, alam diciptakan sistem yang harmoni dan proporsional. Tugas manusia adalah menjaga keseimbangan itu.   

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement