Senin 12 Dec 2022 07:33 WIB

Salah Satu Rahasia Diturunkannya Surat An-Nisa, Begini Penjelasannya

Surat An-Nisa mempunyai kandungan maknya yang luas terutama urusan wanita

Ilusrasi Alquran.  Surat An-Nisa mempunyai kandungan maknya yang luas terutama urusan wanita
Foto: Republika.co.id
Ilusrasi Alquran. Surat An-Nisa mempunyai kandungan maknya yang luas terutama urusan wanita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Nama surat An-Nisa telah dikenal sejak masa Nabi Muhammad SAW. Surat yang terdiri dari 176 ayat ini diturunkan tergolong Madaniyah, atau surat yang diturunkan di Madinah. 

Surat ini juga dikenal dengan nama An-Nisa Al-Kubra atau An-Nisa Ath-Thula, karena surah Ath-Thalaq dikenal sebagai surat An-Nisa As Shughra. Dinamai An-Nisa yang dari segi bahasa bermakna ‘perempuan’, sebab dia dimulai dengan uraian tentang hubungan silaturahim. 

Baca Juga

Salah satu rahasia diturunkannya surat An-Nisa (para wanita) adalah karena kaum wanita merupakan pilar peradaban, tetapi dalam perjalanan sejarahnya sering kali kaum wanita mendapatkan perlakuan yang tidak adil. Allah SWT langsung yang memberikan nama surat ini supaya manusia tahu bahwa Islam sangat memuliakan wanita.

Nabi Muhammad SAW menjelang wafatnya sempat memberikan pesan tiga hal, yakni ash-shalaata (menegakkan shalat), ittaqunnisaa (lindungi kaum wanita), dan ummatii (jagalah umatku). 

Ini bukti bahwa memuliakan kaum wanita bukan kewajiban biasa melainkan kewajiban luar biasa. 

Dari sini kita paham bahwa surat An-Nisa hadir sejatinya untuk mengentaskan peradaban manusia dari berbagai bencana yang terjadi akibat dari tindak kezaliman terhadap kaum wanita. 

Bertahun-tahun peradaban Persia, Romawi, dan zaman jahiliyah sebelum Islam, telah memperlakukan wanita sebagai komoditas seks dan pemuas hawa nafsu belaka. Mereka diperjualbelikan layaknya benda-benda mati.

Surat An-Nisa merekam kebiasaan orang Arab jahiliyah yang memaksa kaum wanita menjadi layaknya benda-benda pusaka yang diwariskan. Allah SWT melarang orang-orang beriman melakukan hal yang sama: 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS an-Nisa ayat 19).

Bukan hanya itu, orang Arab jahiliyah sering kali membuat susah para istri dengan menuduh mereka melakukan perbuatan keji supaya merasa bersalah, lalu mengembalikan mahar yang telah diberikan. Padahal, mereka tidak pernah melakukan perbuatan keji tersebut.

Allah SWT menceritakan kejadian ini dan mela rang orang-orang beriman melakukan kezaliman yang sama. 

Betapa indahnya peradaban Islam ketika surat An-Nisa menegaskan bahwa ikatan nikah adalah mitsaaqan ghaliizhaa (sebagai ikatan suci yang kokoh).

Sementara masyarakat Arab jahiliyah menganggap itu ikatan biasa, sehingga mereka sesuka nafsunya merusak ikatan tersebut. Surat an-Nisa menyebutkan peristiwa ini dengan teguran yang keras: 

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا ۚ أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS An-Nisa ayat 20-21) 

 

*Naskah Dr Amir Faishol Fath MA, pendiri Yayasan Fath Qur’ani Center dan Lembaga Darut Tafsir Fath Institute, tayang di Harian Republika.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement