Selasa 29 Nov 2022 10:43 WIB

Ungkap Potensi Ekonomi, Erick Thohir Dorong Pentingnya Persatuan

Erick Thohir meminta semua pihak jaga persatuan demi percepatan tumbuh ekonomi

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri BUMN Erick Thohir mendorong pentingnya persatuan Indonesia sebagai negara yang kuat karena menyadari potensi cerah ekonomi.  Modal ekonomi yang penting itu akan terganggu apabila Indonesia terjerumus pada perpecahan yang dapat menekan percepatan pertumbuhan ekonomi.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Menteri BUMN Erick Thohir mendorong pentingnya persatuan Indonesia sebagai negara yang kuat karena menyadari potensi cerah ekonomi. Modal ekonomi yang penting itu akan terganggu apabila Indonesia terjerumus pada perpecahan yang dapat menekan percepatan pertumbuhan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir mendorong pentingnya persatuan Indonesia sebagai negara yang kuat karena menyadari potensi cerah ekonomi.  Modal ekonomi yang penting itu akan terganggu apabila Indonesia terjerumus pada perpecahan yang dapat menekan percepatan pertumbuhan ekonomi.

“Tidak mungkin perekonomian tumbuh jika Indonesia gonjang-ganjing. Padahal pertumbuhan ekonomi itulah yang menciptakan lapangan pekerjaan. Ini yang harus kita jaga,” katanya.

Erick mengajak seluruh komponen bangsa untuk menjadikan perbedaan suku bangsa, budaya, dan letak geografis yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau sebagai satu kekuatan.

“Jangan pernah bertanya siapa kita. Karena kita adalah campuran dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Tetapi yang harus kita tanyakan adalah, apa yang sudah diperbuat bagi bangsa. Kita harus membuat keberagaman ini menjadi satu kekuatan. Jangan selalu menjadi pertanyaan, yang terus dipertanyakan ketika kita ingin terjadi konflik,” katanya.

Erick juga mengingatkan kembali nasib negara-negara besar yang harus terpecah belah karena tidak mampu memperkuat persatuan dari keberagaman yang mereka miliki. Salah satu contohnya adalah Yugoslavia yang kini terpecah-pecah menjadi beberapa negara Balkan.

"Sebagai contoh, lihat Yugoslavia. Presidennya, Josip Broz Tito, adalah sahabat presiden pertama kita, Presiden Soekarno. Akibat banyak dorongan, akhirnya terpecah-pecah menjadi berbagai negara. Sama juga dengan Suriah yang negaranya terpecah-pecah. Itu tidak menguntungkan," kata Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement