Senin 14 Nov 2022 04:32 WIB

Konser Musik Terpaksa ‘Injak Rem’ Lagi

Penonton konser dibatasi maksimal 70 persen dari kapasitas venue.

Konferensi pers pernyataan sikap Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) di M-Bloc Jakarta, pada Kamis (3/11/2022), atas ramai pemberitaan konser yang dibatalkan, imbas ricuh festival musik Berdendang Bergoyang.
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Konferensi pers pernyataan sikap Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) di M-Bloc Jakarta, pada Kamis (3/11/2022), atas ramai pemberitaan konser yang dibatalkan, imbas ricuh festival musik Berdendang Bergoyang.

Oleh : Qommarria Rostanti, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Kata “kerumunan” meninggalkan kesan negatif dalam beberapa bulan ini.  Rasa takut dan khawatir muncul ketika mendengar kata “kerumunan”. Penyebabnya karena beberapa tragedi mematikan yang melibatkan kerumunan terjadi baik di dalam dan luar negeri.

Di luar negeri misalnya, terjadi tragedi Itaewon (Korea Selatan) pada 29 Oktober yang menewaskan 156 orang dan melukai 198 lainnya. Peristiwa mematikan ini bermula ketika orang-orang tenggelam dalam euforia merayakan Halloween. Mereka membanjiri gang-gang sempit di distrik tersebut. Ini merupakan perayaan malam Halloween pertama sejak tiga tahun.

Sementara itu, duka di dalam negeri yang melibatkan kerumunan yakni tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Malang, Jawa Timur. Pada 1 Oktober 2022, tembakan gas air mata petugas keamanan untuk mengatasi kericuhan selepas pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan menyebabkan penonton panik dan berdesak-desakan mencari jalan keluar stadion. Kejadian ini mengakibatkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan orang terluka.

Baru-baru ini, tepatnya pada penghujung November 2022, insiden yang berkaitan dengan kerumunan kembali terjadi di acara musik Berdendang Bergoyang Festival (BBF). Pesta musik yang rencananya diselenggarakan tiga hari (28 hingga 30 November) di Istora Senayan dibubarkan oleh polisi. BBF akhirnya hanya digelar selama dua hari saja.

Alasan polisi membubarkan acara itu sebelum waktunya lantaran kapasitas penonton yang berlebihan atau over kapasitas. Banyak pengunjung berdesakan dan jatuh pingsan. Kapasitas tempat itu hanya bisa diisi oleh 10 ribu massa. Namun fakta di lapangan ada sekitar 20 ribu massa. Menurut aparat, pihak panita tak menyampaikan secara jujur terkait jumlah pengunjung yang dapat masuk ke venue.

Menurut pendapat pribadi saya, langkah yang diambil pihak kepolisian kala itu sudah tepat. Polisi dengan cepat membubarkan acara tanpa perlu “menunggu” korban jiwa berjatuhan. Bisa jadi, tragedi di Itaewon yang sebelumnya baru saja terjadi menjadi salah satu pertimbangan polisi. Aparat tak ingin tragedi serupa terjadi di Tanah Air. Jangan sampai acara yang semula bisa menghilangkan suntuk malah menjadi buruk.

Penyidik Polres Metro Jakarta akhirnya menetapkan dua orang sebagai tersangka dari kasus konser kerumunan Berdendang Bergoyang. Kedua orang panitia yang ditetapkan sebagai tersangka adalah penanggung jawab acara berinisial HA dan direktur berinsial DP.

Kasus tersebut tidak hanya membuat penonton rugi karena tidak dapat menyaksikan penampilan musisi idolanya, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran bagi industri pertunjukan musik Indonesia. Para promotor musik profesional dibuat kalang-kabut. Akibat kejadian ini, perhelatan konser di Tanah Air terkena imbas dari promotor tak profesional.

Banyak konser musik berskala nasional dan internasional dihelat di DKI jakarta. Kini, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta membatasi kapasitas penonton konser musik maksimal 70 persen. Hal ini dilakukan demi keamanan dan keselamatan pengunjung.

Jam operasional konser musik pun ditetapkan dari pukul 11.00-24.00 WIB. Setelah pukul 24.00 WIB, tidak boleh lagi ada konser. Bagi yang pernah atau sering datang ke konser, pasti tahu bahwa sebagian besar konser selesai di atas jam tersebut. Apalagi untuk konser-konser besar yang menampilkan banyak musisi dalam negeri maupun kedatangan bintang dari mancanegara.

Aturan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) No e-1963/PW.01.02 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level I Covid-19 di sektor usaha pariwisata. Surat Keputusan itu menambah ketentuan syarat pelaksanaan konser musik soal pembatasan kapasitas hingga 70 persen.

Penyelenggara juga wajib melengkapi surat rekomendasi dari Satgas Covid-19, Tanda Daftar Pertunjukan Temporer (TDPT), serta izin keramaian dari otoritas kepolisian. Aplikasi PeduliLindungi juga wajib digunakan untuk melakukan pemeriksaan. Yang diizinkan masuk hanya orang-orang berkategori hijau.

Satu hal yang tak kalah penting yang ditekankan Pemprov DKI adalah soal pengaturan alur kedatangan dan kepulangan penonton, serta tata letak konser. Penyelenggara wajib menjaga keamanan, kenyamanan, dan keselamatan pengunjung, serta wajib menyediakan sistem pembayaran digital untuk proses transaksi dan registrasi tiket.

Keresahan mengenai pengetatan aturan konser dirasakan oleh Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI). APMI terpaksa harus “injak rem” lagi. Padahal industri pertunjukan musik Indonesia baru saja bangun dari tidur panjang selama dua tahun akibat pandemi.

Melalui akun Instagram pribadinya, Ketua Umum APMI Dino Hamid berharap agar Presiden Joko Widodo dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tidak menghentikan industri pertunjukan musik langsung. “8 bulan yang sangat membuat kami dan industri kami bahagia, jangan buat kami tidur kembali, banyak sekali manusia yang merasakan manfaat dari industri kami,” tulis Dino.

APMI juga sempat bersilaturahim dan berdiskusi dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mohammad Fadil Imran pada Sabtu (5/11). Dalam dialog ini, ditetapkan bahwa perizinan event secara prinsip tetap bisa berjalan asalkan sesuai SOP dan memperhatikan segala bentuk aspek protokol dan keamanan, misalnya kapasitas venue dan jumlah penonton.

Lewat akun Instagram-nya, APMI menegaskan akan terus aktif mendorong dan merangkul semua promotor musik untuk wajib mengikuti kebijakan yang berlaku. Utamanya, soal keamanan selama acara yang harus sesuai SOP yang ditetapkan.

APMI juga bertemu dengan pihak Kemenparekraf, Disparekraf DKI, Divisi Humas Mabes Polri, dan Satgas Covid-19 bidang perubahan perilaku. Pertemuan itu dilakukan agar terciptanya situasi yang lebih kondusif dalam industri kreatif khususnya untuk promotor musik.

Karut marut yang terjadi di tengah kerumunan menjadi alasan utama promotor Jakpro dan Dewa Restography untuk menunda konser perayaan 30 tahun Dewa 19. Konser ini awalnya dijadwalkan pada 12 November 2022 yang akhirnya dimundurkan ke 4 Februari 2023.

Jakpro bercermin pada dampak tragis dari peristiwa beberapa waktu lalu yang melibatkan banyak massa. Beberapa aspek yang menjadi perhatian promotor adalah keselamatan penonton konser. Konser ini akan diselenggarakan di Jakarta Internasional Stadium (JIS).

Hingga November 2022, setidaknya ada 50 festival musik di Indonesia baik skala regional, nasional, maupun internasional. Bangkitnya industri ini patut disyukuri. Sebab APMI mencatat, puluhan ribu orang baik secara langsung maupun tidak langsung dihidupi oleh industri tersebut.  Menjelang penutup tahun, ada tiga acara musik besar yang digelar yakni Soundrenaline, Head in the Clouds, dan Djakarta Warehouse Project (DWP).

Pada tahun depan, rencananya akan lebih banyak lagi konser yang digelar di Tanah Air. Dari musisi luar negeri selain Dewa 19, ada juga Sheila On 7 yang akan manggung pada 28 Januari 2023 dan Raisa pada 25 Februari 2023. Dari mancanegara, di antaranya ada Westlife yang dijadwalkan pentas pada 11 Februari, Blackpink pada 11-12 Maret 2022, dan Hammersonic Festival pada 18 Maret 2022.

Pengaturan yang ditetapkan aparat kepolisian diharapkan membuat promotor betul-betul mengutamakan keamanan dan kenyamanan penonton. Setelah ini, semoga tidak ada lagi oknum promotor yang hanya mengejar cuan dan mengabaikan keselamatan penonton. Jangan sampai konser musik yang seyogianya dimaksudkan untuk menghadirkan sukacita, justru menimbulkan dukacita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement