Jumat 11 Nov 2022 13:41 WIB

G20, Memperkuat Investasi Hijau Indonesia

Indonesia telah menunjukkan komitmen yang sangat kuat terhadap penurunan emisi karbon

Petugas melintas di area Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (5/11/2022). Seluruh pengerjaan beautifikasi dan revitalisasi bandara serta persiapan berbagai fasilitas serta sarana pendukung di Bandara Bali telah rampung dan siap untuk menyambut tamu negara dan delegasi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.
Foto: ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Petugas melintas di area Terminal Kedatangan Internasional Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (5/11/2022). Seluruh pengerjaan beautifikasi dan revitalisasi bandara serta persiapan berbagai fasilitas serta sarana pendukung di Bandara Bali telah rampung dan siap untuk menyambut tamu negara dan delegasi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arman, Staf Pengajar Universitas Trilogi

Sebagai presidensi G20, Indonesia telah menunjukkan komitmen yang sangat kuat terhadap penurunan emisi karbon. Pemerintah indonesia menargetkan penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 29 persen--35 persen secara mandiri dan mencapai 41 persen terhadap baseline emisi GRK melalui kerja sama global dan bantuan negara lain hingga 2025.

Selanjutnya, penetapan peraturan presiden nomor 12 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik menunjukkan perhatian dan kesiapan indonesia mengembangkan energi baru terbarukan (EBT). Lebih jauh, Presiden menghentikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan menargetkan pengakhiran operasi PLTU yang sudah berjalan sampai 2050, sejak peraturan ini diterbitkan.

Pengakhiran operasional PLTU sekaligus mendorong kapasitas EBT nasional mencapai 23--25 persen pada 2025 dengan perkiraan investasi sebesar 36,35 miliar Dolar AS. Kementerian ESDM memproyeksi kebutuhan investasi 1 triliun Dolar AS untuk mencapai karbon netral pada 2060. Sayangnya target pembangunan EBT hingga 2022 belum tercapai sehingga menganggu target dan capaian penggunaan EBT sebesar 25 persen pada 2025 dan karbon netral pada 2060.

Momentum pertemuan G20 yang berangsung di Bali, Indonesia sebagai penyelenggara dan pemimpin G20 harus mau memanfaatkan momentum tersebut. Forum ini merupakan kesempatan bagi indonesia untuk mendorong kerja sama mewujudkan pembangunan berkelanjutan (ramah lingkungan) melalui transisi energi fosil ke energi terbarukan, selain masalah krisis ekonomi.

Indonesia membuka peluang kerja sama multilateral melalui skema Public Private Parnership (PPP) untuk mencapai transisi energi dan membangun investasi hijau. Investasi energi hijau adalah investasi masa depan dan lanskap penggunaan energi global, sisi lain mencegah kerusakan dan perubahan lingkungan. Peluang ini sangat besar karena indonesia memiliki kekhasan dan kekayaan sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan pada setiap bentangan pedesaan.

Pengolahan Limbah Biogas Sawit menjadi EBT

Kesadaran ekologis menjadi dasar untuk memperkuat saling ketergantungan antar manusia dan alam, selanjutnya menjadi peradaban. Kesadaran ekologis tidak sepenuhnya menjauh dari kesadaran modernisasi tetapi mengoreksi sains dan modernisasi yang jauh dari nilai entitas budaya dan ekologi.  

Perkebunan/komoditi sawit adalah salah satu aktivitas yang mendapat perhatian global karena menyebabkan deforestasi dan kerusakan lingkungan dan ekologis. Di sisi lain, komoditi sawit mendatangkan manfaat ekonomi yang luar biasa besar sebagai bahan olah makanan, bahan olah kimia dan energi terbarukan.

Lebih jauh, pemanfaatan limbah sawit untuk mengembangkan EBT biogas dapat mendatangkan lebih banyak manfaat ekonomi dan lingkungan serta membangun kesadaran ekologis masyarakat pedesaan. Luas areal dan jumlah produksi budidaya perkebunan sawit hingga 2021 sekitar +15 juta Ha dan +49 juta ton (BPS, 2021).

Kandungan limbah yang terbesar pada setiap tandan kosong kelapa sawit (TKKS) adalah limbah bahan utama energi biogas, yaitu palm oil mill effluent (pome), diperkirakan 50 persen terhadap total TKKS. Limbah yang asalnya tidak bermanfaat dan merusak lingkungan berubah menjadi sumber ekonomi dan energi baru bila diolah menjadi pembangkit listrik tenaga biogas.

Pengolahan limbah sawit menjadi sumber energi dan pengelolaan perkebunan sawit yang memperhatikan nilai konservasi tinggi merupakan kombinasi yang tepat untuk mengurangi issu deforestasi. Indonesia harus meyakinkan kepada pimpinan dunia telah mengembangkan kawasan industri yang menggunakan energi listrik dari limbah kelapa sawit.  

Energi terbaharukan dari limbah kelapa sawit menghidupkan ekonomi dan industri lokal. Limbah pome menjadi peluang investasi untuk mempercepat penggunaan energi terbarukan secara massal dan memperkuat industri pedesaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement