Sabtu 29 Oct 2022 13:28 WIB

Senjata Game Changer Hadir, Perang Ukraina Makin Panjang?

Tidak ada yang bisa menebak kapan perang Rusia vs Ukraina berakhir.

Sejumlah persenjataan canggih digunakan dalam perang Rusia vs Ukraina, Foto ilustrasi drone Kamikaze Iran (ilustrasi)
Foto: BBC/Reuters
Sejumlah persenjataan canggih digunakan dalam perang Rusia vs Ukraina, Foto ilustrasi drone Kamikaze Iran (ilustrasi)

Oleh : Hiru Muhammad, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Tidak ada seorangpun yang bisa memastikan sampai kapan perang di Ukraina akan berakhir. Peperangan yang dimulai pada 24 Februari lalu tersebut telah menuai banyak kerugian bagi dunia, khususnya Ukraina baik materi maupun non materi. Bank dunia mencatat kerugian mencapai Rp 860 triliun dan angka itu akan terus bertambah apabila perang terus berlanjut. Jutaan warga yang selamat mengungsi, puluhan ribu lainnya tewas atau hilang termasuk pasukan kedua negara.

Namun, di balik itu peperangan di Ukraina telah mendorong kedua pihak untuk berlomba menggunakan teknologi terkini untuk mematahkan serangan lawan. Rusia yang semula memperkirakan Ukraina bisa ditaklokkan dalam hitungan hari, ternyata sudah memasuki bulan ke-9 ini peperangan masih terus berlanjut dan belum diketahui sampai kapan akan berakhir.

Bahkan peperangan modern tersebut menjadi peluang memperoleh label battle proven bagi sejumlah senjata canggih yang selama ini sebagian belum terpublikasi dengan baik keberhasilannya di medan laga. Boleh jadi kehadiran senjata canggih itu merupakan game changer di medan pertempuran bagi pihak yang terlibat. Selain tentunya peluang bagi pabrikan senjata untuk membuktikan produknya termasuk kategori battle proven.

Sebut saja senjata ber presisis tinggi  sistem artileri roket berpeluncur ganda seperti M142 High Mobility Artillery Rocket System (Himars), artileri medan 777, Pantsir S1, rudal kalibr, Iskander, berbagai jenis ATGM seperti Javelin, 57  Next generation Light Anti-tank Weapon (NLAW) ATW dan Milan, helikopter Ka-52 Alligator, helikopter serang Mi-24,  Mi-35 Hind dan perlengkapan tempur canggih lainnya.

Pasokan beragam jenis senjata canggih barat ke Uraina merupakan upaya untuk menyeimbangkan kekuatan militer Ukraina dalam menghadapi Rusia. Dalam beberapa bulan peperangan, strategi ini memang efektif menekan laju tentara Rusia di wilayah Ukraina. Itu dibuktikan dengan keberhasilan sejumlah rudal ATGM barat yang mampu menghancurkan armada laps baja Rusia seperti Tank T72, T80, T90 dan kendaraan lapis baja angkut personil.

Banyaknya kendaraan lapis baja yang hancur membuat Rusia cepat kehabisan stok kendaraan lapis bajanya. Hal itu membuatnya harus meningkatkan kapasitas produksi pabrik kendaraan lapis bajanya berlipat ganda. Bahkan tersiar kabar sejumlah stok kendaraan lapis baja peninggalan era perang dingin akan dimodernisir untuk digunakan di medan Ukraina karena kebutuhan mendesak.

Rusiapun juga mulai memaksimalkan kehadiran drone shahed-136 yang dipasok dari Iran. Drone seharga 20.000 dolar AS atau Rp 300 jutaan ini terbukti efektif untuk  menyerang kelompok pasukan kecil, lapis baja ringan atau fasilitas publik, energi yang dapat memicu teror warga sipil. Termasuk aset militer berharga miliaran dolar AS seperti sistem rudal ke udara, radar dan aset berharga mahal lainnya.

Kehadiran drone dalam perang di Ukraina ini kembali membuktikan  efektivitas senjata tanpa awak ini medan laga. Selain lebih murah, aman karena tidak ada risiko korban jiwa, ukuran drone kamikaze seperti Shahed-136 yang memiliki berat 200kg, dengan lebar sayap 2,5 meter akan sulit dideteksi radar termasuk sistem pertahanan udara. Pasalnya sistem pertahanan udara modern seperti patriot dirancang untuk menghalau serangan rudal balistik kecepatan tinggi atau pesawat tempur yang terdeteksi radar.

Selain itu, jangkauan drone sejauh 2.500 kilometer seperti Shahed-136 cukup mampu menembus garis belakang pertahanan lawan dan membuat pukulan mental bagi lawan. Tentunya dengan risiko sangat kecil bagi operator drone. Tak mengherankan bila Rusia dapat leluasa meningkatkan penyerangannya ke kota pelabuhan Mykolaiv, ibu kota Kyiv dan wilayah di Ukraina lainnya dengan meluncurkan puluhan drone kamikaze.  Penggunaan drone dalam skala besar sebelumnya juga telah digunakan dalam pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan yang memakai drone Bayraktar TB2 buatan Turki.

Bahkan belakangan terdengar kabar digunakannya Bom kotor atau dirty bomb yang dapat menyebarkan  radioaktif. Bom kotor biasanya menggunakan beberapa jenis limbah radioaktif yang dipasangkan dengan bahan peledak biasa. Saat meledak bom ini menyebarkan radioaktif yang membuat terkontaminasinya area ledakan.

Penggunaan senjata canggih tersebut telah mendorong meningkatnya pesanan senjata tersebut dari beberapa negara khususnya anggota Pakta Atlantik Utara. Seperti pesanan Himars, Tank Abrams, sistem artileri, radar, hingga rudal anti tank. Panen pesanan ini membuat stok persenjataan di gudang senjata milik AS dan Barat mulai terganggu. Pasalnya bila harus menunggu pembuatan senjata baru membutuhkan waktu lama. Padahal senjata itu harus segera digunakan di medan perang atau sekedar berjaga-jaga. Bahkan Rusia sendiri dikabarkan mulai kesulitan memproduksi senjata baru karena embargo teknologi dan bahan baku dari barat untuk membuat senjata canggih tersebut.

Di tengah kekhawatiran mereka yang terlibat perang Uraina-Rusia ini baik secara langsung ataupun tidak, serta ketidakpastian situasi ke depan akan seperti apa,  tersiar kabar adanya pembicaraan tingkat tinggi antara pejabat Rusia, AS dan sejumlah negara barat lainnya. Belum jelas akan seperti apa hasil dari pembicaraan politik di antara mereka. Namun yang pasti adalah perang merupakan perpanjangan tangan dari politik. Perang terjadi karena adanya kepentingan politik yang terganggu dan perang bisa berakhir juga dengan  campur tangan politik. Lalu bagaimana perang Ukraina ke depannya, atau nasib Ukraina setelah perang usai, hanya merekalah yang bisa menjawab.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement