Kamis 27 Oct 2022 09:18 WIB

Maestro Lukis Hardi: Kalau Soal Jadi Presiden, Ahmad Dhani Ketingagalan Zaman!

Mencalonkan diri jadi presiden itu bukan barang tabu, tapi perlu keberanian.

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Pelukis Hardi dan lukisan legendarisnya yang dibuat pada tahun 1979: Hardi Calon Presiden 2001. (Ilustrasi).
Foto:

Melambung dan lukisan menjadi laris manis

Setelah heboh kasus lukisan 'Presiden 2001', sosok Hardi makin melambung di dunia seni Indonesia. Apalagi selain melukis dia punya kemampuan lain, yakni menulis dan berbicara. Maka tulisan dan opini dia berder luas di berbagai media. Bahkan dia jadi semacam reporter untuk majalah sastra bengsi 'Horison' yang diasuh oleh 'Paus' sastra Indonesa, HB Jassin. Dia menulis banyak esai hinga laporan wawancara.

''Selain itu saya aktif bicara soal budaya Indonesia dengan para tokoh pemikir seperti Muchtar Lubis dan Sutan Takdir Ali Syahbana. Saya banyak bicara melalui talks show di televisi. Bahkan, sampai sekarang masih kadang diundang, misalnya ketika geger kasus korupsi, keberadaan KPK, masalah politik DPR, dan lainnya, tegas Hardi.

photo
Lukisan legendaris: Hardi Presiden 2001. - (Muhammad Subarkah)
 

Atas kiprahnya, Hardi yang sempat kuliah di Belanda usai sekolah di ISI (Institut Seni Indonesia) do Yogyakarta, atas inisiatif Formija (Forum Seniman Jakarta), Bentara Budaya, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga kelompok relawan Projo (Por Jokowi), menerbitkan buku untuk menceritakan perjalanan kesenimanannya. Buku mewah yang memuat rangkaian perjalanan hidup dan koleksi lukisannya itu diberi tajuk: '65 Tahuh KP Hardi Danuwijoyo, Art Politic Humanism'.

Uniknya lagi, Hardi yang dahulu dikenal selalu nelak dan berani bicara blak-blakan, kini semakin tenang. Apalagi setelah naik haji pada akhir 1990-an. Hardi berubah semakin religus dan bijak. Karyanya mulai beralih menyentuh sisi agama. Berbagai lukisan bertema 'Ka'bah' dilahirkan. Hebatnya, lagi lukisanna pun laris manis. Berbagai tokoh terkemuka dari orang kaya sampai tokoh politik penting mengkoleksi lukisannya.

"Keluarpa Pak Harto banyak mengkoleksi lukisann saya. Mbak Tutut Soeharto punya dua koleksi lukisan saya tentang Ka'bah. Mbak Titiek lebih banyak lagi. Lukisan Ka'bah dia yang karya saya saja sampai empat buah. Belum lagi tokoh politik yang lain, seperti Pak Sudirman Said, dan berbagai tokoh orang kaya lainnya banyak mengkoleksi lukisan saya. Bahkan, mereka kerapkali datang ke rumah dan membelinya jauh lebih tinggi dari yang saya katakan."

"Di situ saya sering katakan jangan mahal-mahal beli lukisan saya. Apalagi saya kenal lama anda. Tapi bisanya dia nekad. Misalnya ada anak muda pemilik survei yang kaya raya, dia malah nekad membeli karya saya lima kali lipat dari yang ditawarkan. Saya sempat katakan, jangan semahal begitu. Tak enak saya, seginilah saja harganya. Eh, dia malah bantah, tidak segenini saja harganya. Anda kan maestro,'' tukas Hardi seraya geleng-geleng kepala ketika menceritakan hal ini.

Ketika menyinggung kembali apakah lukisan 'Presiden 2001' karena dahulu dibuat memakai media printing masih tersisa, Hardi mengatakan kini lukisan itu hanya tinggal dua saja. Dan kayaknya yang terakhir  ini akan menjadi koleksi museum di luar negeri.

''Jadi kalau soal mencalonkan diri jadi presiden, saya lebih hebat dari Ahmad Dhani. Dia mencalonkan diri tidak ditangkap. Jadi ketinggalan zaman dia. Saya mencalonkan diri di tengah suasana rezim yang sangat kuat dan represif dukungannya kepada Soeharto dan saya langsung ditangkap aparat Laksus-nya Kopkamtib (Komandan Keamaman dan Ketertiban) yang kala itu dipimpin Soedomo dan Benny Moerdani. Saya dikurung dan diinterograsi habis-habsian di kompleks militer Guntur,'' tandas Hardi.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement