Sabtu 24 Sep 2022 16:48 WIB

Pakar Psikologi Forensik Kritisi Alasan Sakit di Tiga Kasus 

Sakit seringkali menjadi dalih mengulur waktu pemeriksaan.

Rep: Amri Amrullah / Red: Agus Yulianto
Reza Indragiri Amriel
Foto: NET
Reza Indragiri Amriel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alasan sakit dari salah satu pelaku/tersangka atau terduga dalam satu kasus harus dikritisi oleh para penyidik. Karena alasan ini, seringkali menjadi dalih mengulur waktu pemeriksaan sehingga memberi keuntungan tertentu.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyoroti, tiga pihak yang beralasan sakit dari tiga kasus berbeda. Pertama alasan sakitnya Gubernur Papua LE yang terjerat kasus korupsi dan gratifikasi di KPK. 

Kedua alasan sakit MHM yang juga dijuluki wanita emas saat kasus penyuapan ke salah satu pimpinan BUMN yang diselidiki Kejaksaan. Dan terakhir alasan sakit AKBP AR dalam kasus Ferdy Sambo dan Brigen H.

"Dalam pekan ini ada tiga kasus hukum yang orang-orang terkait di dalamnya disebut-sebut sakit. Ada kepala daerah, LE. Wanita emas, MHM. Dan AKBP AR," kata Reza dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (24/9/2022).

Dia menjelaskan, untuk alasan Gubernur Papua LE, informasi dari dokternya, yang bersangkuta mengalami stroke sejak 2015. Bila hal itu benar, Reza lantas menanyakan, bagaimana kebijakan-kebijakan yang dia hasilkan sebagai kepala daerah.

"Coba cek ulang hasil pemeriksaan RSUD Dok II Jayapura tanggal 11 Januari 2018, lalu periksa rekomendasi KPU Papua berdasarkan hasil cek medis LE itu. Kalau LE saat itu sudah diketahui mengalami stroke, apalagi sampai tidak bisa bicara, RSUD dan KPU patut dimintai pertanggungjawabannya," ujar Reza.

Kemudian, terkait wanita emas MHM, saat ini menurut dia, kinerja Kejaksaan Agung sudah di jalur yang betul. Yakni tidak gampang percaya pada klaim sakit oleh pelaku atau tersangka. "Semoga JPU nantinya akan menjadikan malingering-nya MHM sebagai alasan untuk menuntut MHM dengan hukuman lebih berat lagi," imbuhnya.

Sedangkan, Reza juga mengkritisi untuk AKBP AR. Kalau AKBP AR disebut sebagai saksi kunci untuk Brigen Hendra Kurniawan, Reza menanyakan sebenarnya apa makna tersebut. "Apakah sebagai saksi yang sangat potensial membuktikan kesalahan Brigjen H? Atau justru sebagai saksi yang akan meringankan Brigjen H?," katanya.

Kalau AKBP AR adalah saksi kunci yang meringankan, dia menilai, maka sidang etik nantinya bisa saja menghasilkan putusan antiklimaks atas diri Brigjen HK. Bahkan berikutnya mungkin juga berdampak terhadap Ferdy Sambo. Maka, dia khawatir itu semua kontras tajam dengan prediksi dan ekspektasi dari masyarakat.

Karena kabarnya, AKBP AR disebut-sebut sedang sakit serius. Sedangkan sebelum ini, dia menyebut publik juga telah dibohongi dari kesimpulan Komnas HAM dan Komnas Perempuan soal kekerasan seksual. Seperti kesimpulan PC dahulu yang diduga kuat mengalami kekerasan seksual dan menderita guncangan jiwa.

"Maka masuk akal kalau sekarang masyarakat juga bertanya-tanya ihwal kebenaran sakitnya AKBP AR," ujarnya.

Reza menegaskan, sakitnya AKBP AR tidak berada dalam konteks klinis, melainkan dalam konteks forensik. Artinya, kepentingan informasi di publik bukan pada sembuh atau sakitnya AKBP AR. Melainkan pada seberapa jauh kondisi AKBP AR itu berpengaruh terhadap berlanjut atau mandeknya proses hukum Brigjen H dan AKBP AR sendiri.

"Jadi, ini merupakan isu publik, bukan isu tentang kerahasiaan medis pribadi. Karena itu, Polri perlu sampaikan ke publik, pertama AKBP sakit apa?, seserius apa kondisinya?, dan apakah penyakitnya muncul alami atau karena diinduksi?," ucapnya.

Kemudian yang kedua, menurut dia, tim polri perlu memperjelas apakah sudah atau belum melibatkan dokter lain sebagai second opinion. Dan ketiga, Reza menilai, polri perlu memberi kenjelasan tentang nasib kasus Brigjen HK jika AKBP tak kunjung bisa dihadirkan di persidangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement