Senin 01 Aug 2022 19:19 WIB

Pakar Ungkap Penyebab Konsumsi Buah dan Sayur di Indonesia Masih Rendah

Menurut Riskesdas 2018, konsumsi sayur dan buah orang Indonesia masih rendah.

Sayur dan buah (ilustrasi). Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya angka konsumsi buah dan sayur di masyarakat.
Foto: Republika/Prayogi
Sayur dan buah (ilustrasi). Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya angka konsumsi buah dan sayur di masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan Imran Agus Nurali memaparkan, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, sebanyak 95,5 persen orang Indonesia masih kurang mengonsumsi buah dan sayur dengan porsi cukup. Hal itu masih menjadi masalah yang berkelanjutan.

"Dari hasil Riskesdas tahun 2018 bahkan dari tiga tahun sebelumnya, masalah kita adalah yang makan sayur dan buah masih relatif rendah, di bawah 10 persen," kata Imran di Jakarta, Senin (1/8/2022).

Baca Juga

Padahal, menurut Imran, kurang mengonsumsi buah dan sayur membuat tubuh kurang serat sehingga menyebabkan peningkatan angka penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, strok, penyakit jantung, dan obesitas. Sementara itu, Menurut Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor Prof Dodik Briawan, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya angka konsumsi buah dan sayur di masyarakat.

"Dari berbagai survei yang dilakukan di berbagai negara, kalau masyarakat kita punya persepsi makan itu kenyang, tanpa memperhatikan komposisi, seperti harus ada sayur dan buah itu kadang-kadang lupa," papar Dodik.

Faktor lainnya, lanjut Dodik, akses masyarakat terhadap ketersediaan buah di sekitar tempat tinggalnya. Selain itu, menyiapkan buah di meja makan dinilai tidak semudah menyiapkan lauk pauk karena buah harus segera dihabiskan setelah dikupas.

Begitu juga dengan sayur yang sebaiknya segera dihabiskan setelah dimasak. Tak hanya itu, menurut Dodik, rasa dan tekstur buah yang beraneka ragam tak selalu bisa diterima oleh lidah setiap orang, terutama anak-anak.

"Kalau rasanya asam atau teksturnya kasar, enggak mau makan. Itu permasalahannya mengapa tingkat konsumsinya rendah," ungkap Dodik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement