Ahad 10 Jul 2022 18:53 WIB

Oposisi Bergerak Rancang Pemerintahan Baru Sri Lanka

Pemerintahan baru sehari usai presiden dan perdana menteri mengundurkan diri

Rep: Dwina Agustin/ Red: Gita Amanda
Biksu Buddha pelajar Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri karena krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 20 Juni 2022.
Foto: AP/Eranga Jayawardena
Biksu Buddha pelajar Sri Lanka meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri karena krisis ekonomi di Kolombo, Sri Lanka, Senin, 20 Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, COLOMBO -- Partai-partai politik oposisi Sri Lanka akan bertemu pada Ahad (10/7/2022). Mereka telah menyepakati pemerintahan baru sehari usai presiden dan perdana menteri negara itu menawarkan untuk mengundurkan diri.

Anggota parlemen oposisi MA Sumanthiran mengatakan, semua partai oposisi yang digabungkan dapat dengan mudah mengumpulkan 113 anggota yang diperlukan untuk mendapatkan suara mayoritas di Parlemen. Mereka akan meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mengangkat pemerintahan baru dan kemudian mengundurkan diri.

Baca Juga

Sumanthiran mengatakan para pihak berharap untuk mencapai konsensus pada Ahad. Sehari sebelumnya Ketua Parlemen Sri Lanka Mahinda Yapa Abeywardana mengumumkan Gotabaya akan mundur dari jabatannya pada Rabu (13/7/2022). Sebelum pengumuman itu, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe mengungkapkan akan mengambil langkah yang sama usai pemerintahan baru terbentuk. Jika presiden dan perdana menteri mengundurkan diri, Abeywardena akan mengambil alih sebagai presiden sementara

Meski oposisi mulai bergerak, tidak jelas apakah Rajapaksa ada dalam penentuan pemerintahan baru yang didorong oleh oposisi. Juru bicara pemerintah Mohan Samaranayake mengatakan, tidak memiliki informasi tentang pergerakan presiden.

Tekanan pada Rajapaksa dan Wickremesinghe meningkat ketika krisis ekonomi memicu kekurangan akut barang-barang penting. Kondisi ini membuat orang berjuang untuk mendapatkan makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.

Para pengunjuk rasa tetap berada di kompleks kediaman resmi presiden, kantor kepresidenan, dan kediaman resmi perdana menteri. Mereka mengatakan, akan tetap tinggal sampai para pemimpin secara resmi mengundurkan diri. Tentara dikerahkan di sekitar kota dengan Kepala Staf Pertahanan Shavendra Silva menyerukan dukungan publik untuk menjaga hukum dan ketertiban.

Rajapaksa menunjuk Wickremesinghe sebagai perdana menteri pada Mei dalam upaya untuk mengatasi kekurangan dan memulai pemulihan ekonomi. Wickremesinghe pum telah menjadi bagian dari pembicaraan penting dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program bailout atau dana bantuan.

Wickremesinghe juga telah melakukan perbincangan dengan Program Pangan Dunia untuk menghadapi krisis pangan yang diprediksi semakin besar. Pemerintah harus menyampaikan rencana debt sustainability kepada IMF pada Agustus sebelum mencapai kesepakatan.

Wickremesinghe mengatakan, tidak pantas baginya untuk pergi tanpa adanya pemerintahan pengganti. "Hari ini di negara ini kami mengalami krisis bahan bakar, kekurangan pangan, kami memiliki kepala Program Pangan Dunia yang datang ke sini dan kami memiliki beberapa hal untuk didiskusikan dengan IMF. Oleh karena itu, jika pemerintah ini pergi harus ada pemerintahan lain," kata Wickremesinghe, dikutip dari The Associated Press.

Negara ini mengandalkan bantuan dari India dan negara-negara lain ketika para pemimpin mencoba untuk menegosiasikan bailout dengan IMF. Wickremesinghe baru-baru ini mengatakan, negosiasi dengan IMF rumit karena Sri Lanka sekarang menjadi negara bangkrut.

Sri Lanka mengumumkan pada April, bahwa menangguhkan pembayaran pinjaman luar negeri karena kekurangan mata uang asing. Total utang luar negerinya mencapai 51 miliar dolar AS, yang harus dibayar kembali sebesar 28 miliar dolar AS pada akhir 2027.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement