Dalam upaya penangkapan tersangka, ratusan simpatisan ikut ditangkap lantaran menghalang-halangi upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta menjelaskan, dari 320 simpatisan yang ditangkap, hanya sekitar 70 orang yang merupakan warga asli Jombang. Sedangkan sisanya merupakan warga luar Jombang. Nico juga mengungkapkan, ada sekitar 40 anak-anak yang ditangkap lantaran ikut menghalang-halangi upaya penjemputan paksa MSA.
"Dari 320 orang ini 70-an dari Jombang, sedangkan yang lainnya berasal dari luar Jombang. Dan ada sekitar 40-an anak-anak. Saya juga menyayangkan kenapa anak-anak diikutsertakan," kata Nico, Jumat (8/7/2022) dini hari.
Nico menjelaskan, penyidik pada Polres Jombang masih melakukan pemeriksaan dan proses administrasi terhadap ratusan simpatisan MSA tersebut. Nico mengingatkan, barang siapa yang menghalangi proses penegakan hukum, maka dapat diproses hukum.
Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jatim Kombes Totok Suharyanto menambahkan telah menetapkan lima orang tersangka yang berupaya menghalang-halangi aparat saat hendak melakukan panangkapan terhadap tersangka. "Dari 321 yang telah kita amankan dalam proses penangkapan, penyidik telah menetapkan lima tersangka. Sedangkan 316 orang lainnya yang kita amankan statusnya masih saksi dan siang ini kita pulangkan," kata Totok.
Totok menyatakan, pihaknya bakal langsung melalukan penahanan terhadap lima orang tersangka yang menghalangi penangkapan Bechi. Kelima tersangka disangkakaan melanggar Pasal 19 Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Hal ini berkaitan dengan perbuatan mencegah atau merintangi proses penyidikan terhadat tersangka dugaan pelecehan seksual.
"Ancaman hukumannya lima tahun penjara," ujar Totok.
Kasus kekerasan seksual di dalam lingkungan pesantren kembali menjadi perhatian publik setelah polisi menangkap anak pengasuh Pondok Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, yang bernama Bechi atau berinisial MSAT (42 tahun) atas dugaan perbuatan asusila pada lima santri putri. Kasus kekerasan seksual di pondok pesantren juga terjadi di Depok, Jawa Barat, yang bahkan mendapat perhatian dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga.
"Kami berharap aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan dapat segera memproses kasus ini, menetapkan tersangka, serta menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan apabila telah terbukti memenuhi unsur pidana persetubuhan dan pencabulan terhadap anak," ujar Bintang.
Kasus kekerasan seksual di pesantren juga terjadi di Bandung, Jawa Barat, terhadap 13 santriwati. Terdakwa kasus pemerkosaan tersebut, Herry Wiarawan, akhirnya divonis hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung.