Jumat 08 Jul 2022 00:47 WIB

Remaja Citayem di Dukuh Atas, Upaya Mencari Jati Diri dan Demokratisasi Jalan Sudirman

Kehadiran remaja Citayem di Dukuh Atas imbas dominasi gaya hidup perkotaan.

Sejumlah remaja berpose di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas menjadi ruang publik favorit yang ramai didatangi oleh kalangan remaja dari daerah pinggiran Ibu Kota. Kedatangan mereka untuk menghabiskan waktu libur sekolah dengan bercengkrama bersama sahabat dan membuat konten media sosial. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah remaja berpose di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas menjadi ruang publik favorit yang ramai didatangi oleh kalangan remaja dari daerah pinggiran Ibu Kota. Kedatangan mereka untuk menghabiskan waktu libur sekolah dengan bercengkrama bersama sahabat dan membuat konten media sosial. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Haura Hafizhah, Zainur Mahsir Ramadhan

Kehadiran remaja asal Citayem, Depok, Jawa Barat, di sekitar taman Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Dukuh Atas, Jakarta, menjadi buah bibir publik. Bukan hanya mudah dikenali karena gaya pakaiannya berciri khas, remaja Citayem juga menjadi populer di media sosial terutama TikTok.

Baca Juga

Republika pada Kamis (7/7/2022) menemukan banyak remaja dari luar Jakarta sedang mengobrol dan tertawa dengan teman-temannya. Bahkan, ada yang sedang menari untuk diunggah di akun TikTok. Mereka terlihat senang karena bebas mengekspresikan dirinya.

Salah satu remaja bernama Inggiar Galuh (14 tahun) mengaku berasal dari Citayem. Ia bersama teman-temannya sering ke sekitar taman stasiun MRT Dukuh Atas ini karena tempatnya yang luas dan bisa ketemu banyak orang.

"Tahu tempat ini karena lagi tren di TikTok. Ke sini (stasiun MRT Dukuh Atas) kalau ada uang saja. Pas banget tempat ini buat nongkrong. Kaya jalan-jalan saja sekitar sini. Terus duduk-duduk sambil ngeliatin orang yang lewat," kata dia.

Inggiar berpenampilan dengan rambut berponi berwarna kuning kecokelatan, matanya memakai soflens berwarna biru dan berkulit sawo matang. Ia bercerita dengan wajah yang senang.

"Di sini juga banyak yang syuting gitu. Senang saja lihatnya. Paling kalau jajan minum doang. Itu juga minumnya Nutrisari. Nggak lapar sih kan udah makan dari rumah," kata dia.

Ada Dewintha Andini (14) asal Citayem yang mengaku senang bercengkerama di kawasan Dukuh Atas. Terutama sedari sore hingga malam. Ia mengatakan, di situ senang bertemu dengan teman-teman baru.

"Kalau di sini banyak yang ngajak kenalan. Minta nomor. Tapi kadang suka ada bapak-bapak juga sih. Itu paling saya takut. Kalau sepantaran kan nggak apa. Jadi, banyak teman," ujar dia.

Ia menambahkan sudah dari siang ada di sekitar taman MRT Dukuh Atas. Ia hanya jalan-jalan dan mengabadikan gambar pemandangan di sekitarnya dengan ponselnya.

"Senang aja kalau ke sini pemandangannya bagus apalagi kalau foto-foto. Kadang ada juga tuh kaya ditanya-tanya sama orang masuk akun TikTok eh dibayar. Settingan gitu. Kan lumayan kalau saya diajak. Paling ramai kalau malam minggu. Sampai-sampai teman saya pernah kehilangan ponselnya," kata dia.

Sementara itu, salah satu warga yang sedang berjalan sekitar stasiun MRT Dukuh Atas bernama Shabrina (20) menilai fenomen remaja Citayem sebagai hal yang wajar. Katanya, mereka umumnya hanya duduk-duduk dan mengobrol sehingga tidak mengganggu siapa-siapa.

"Tidak ganggu soalnya ini kan tempat umum ya. Mereka juga cuma ketemu teman dan ngobrol saja. Mereka cuma berkunjung dari daerah ke sini," kata dia.

Menurutnya, sekitar stasiun MRT Dukuh Atas ini memang luas dan strategis. Sehingga banyak remaja yang datang. "Selama mereka berperilaku baik tidak apa. Kecuali melakukan hal yang tidak bisa ditoleransi seperti berkelahi, menggoda dan sebagainya," ujar dia.

Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, menanggapi fenomena remaja dari daerah Citayam dan Bojonggede yang bermain di sekitar taman stasiun MRT Dukuh Atas. Menurutnya, hal ini terjadi karena para remaja mencari identitas dirinya dan merujuk kepada kehidupan perkotaan.

"Para remaja sekarang melihat kehidupan perkotaan sangat sempurna. Mereka ingin meniru dan merasakannya. Kenapa di dekat stasiun? Karena murah dan mudah. Apakah ini salah? Tentu tidak. Mereka mengekspresikan dirinya," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (7/7/2022).

Kemudian, ia melanjutkan referensi gaya hidup di perkotaan banyak berkeliaran di media sosial dan mendapatkan apresiasi masyarakat. Sehingga mereka berusaha memasuki perkotaan dan ingin tahu rasanya seperti apa.

"Budaya kami didominasi gaya hidup di perkotaan. Mereka ingin meniru. Sehingga ini disebut tren metrosentrik. Bahkan temuan saya di lapangan ada yang menginap di situ. Jadi, tanpa mengeluarkan biaya mereka bisa meniru dan bergaya di kota," ujar dia.

Ia menambahkan para remaja tersebut juga ingin diakui. Sehingga ketika mereka diakui, mereka merasa puas dan senang. Hal tersebut dikatakannya ajang mereka untuk berekspresi. Apalagi sekarang adalah zaman digital, begitu ada yang unik langsung viral atau terkenal.

"Ini unik ya. Mereka punya gaya sendiri dan berusaha untuk ingin tahu kehidupan perkotaan seperti apa? Tentu ini harus tetap dikontrol agar dalam koridor positif," kata dia.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, juga turut mengomentari fenomena remaja Citayem di Dukuh Atas. Menurutnya, ruang terbuka yang dibangun Pemprov DKI itu merupakan cara untuk menyiapkan ruang yang menyetarakan. Anies pun mempersilahkan siapapun datang ke ruang terbuka Jakarta.

“Sebagai sebuah pengalaman, siapa saja silahkan datang. Saya mengistilahkan demokratisasi Jalan Jenderal Sudirman,” kata Anies di Dukuh Atas, Kamis (7/7/2022).

Anies bercerita, sebelum ada fenomena anak-anak muda sekitaran Jabodetabek berkumpul di sana, jalanan itu seakan dinikmati sebagian orang dengan kendaraan pribadi yang melintas. Menurutnya, tidak ada pejalan kaki antar gedung.

“Dulu jalan Jenderal Sudirman dimiliki oleh mereka yang bekerja di sekitaran itu saja. Di luar itu tidak bisa menikmati jalan terbesar di republik ini, hanya dinikmati sebagian,” kata dia.

Dengan mempersilahkan semua pihak datang menikmati jalanan tersebut, Anies berharap ada harapan yang timbul. Selain menjadi ruang ketiga yang menyetarakan, dia berharap kawasan Dukuh Atas bisa memberi pengalaman bagi semua strata ekonomi.

“Misal ada orang tua bawa anak dan bilang ‘Nak kau belajar yang rajin Nak ya, biar suatu saat kau bisa kerja di gedung ini', 'Nak kau belajar yang rajin ya biar suatu saat kamu bisa di tempat ini,” jelas dia.

Anies masih ingat, proses perencanaan pembangunan kawasan itu juga merupakan kolaborasi dengan FDTJ dan pengelola olahraga skateboard. Semua yang mendatangi kawasan itu, diharapkan dia bisa membantu menjadikannya tempat yang bisa dinikmati masing-masing orang.

“Jangan cara itu seakan-akan diklaim hanya cara A boleh di Jalan Jenderal Sudirman, hanya cara B. Bukan, ini adalah milik kita, kita nikmati sama-sama,” ucapnya.

photo
Sejumlah remaja berswafoto dengan latar belakang mural di Terowongan Kendal, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Area sekitar taman Stasiun MRT Dukuh Atas menjadi ruang publik favorit yang ramai didatangi oleh kalangan remaja dari daerah pinggiran Ibu Kota. Kedatangan mereka untuk menghabiskan waktu libur sekolah dengan bercengkrama bersama sahabat dan membuat konten media sosial. Republika/Putra M. Akbar - (Republika/Putra M. Akbar)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement