Jumat 24 Jun 2022 19:03 WIB

Mengapa Masih Ada PNS yang Suka Membolos?

Penghapusan tenaga honorer mulai 2023, dinilai akan semakin menguak PNS bandel.

Sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) berada di sebuah warung saat jam kerja sekitar pukul 10.00 WIB (ilustrasi). Menpan RB Tjahjo Kumolo menerbitkan SE berisi sanksi pemecatan terhadap PNS yang suka bolos kerja.
Foto:

Ketua Umum DPN Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakrulloh menyatakan setuju dengan SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor 16/2022, yang menegaskan sanksi pemecatan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam periode satu tahun. Menurut dia, aparatur sipil negara (ASN) harus disiplin.

"Setuju. ASN harus disiplin," ujar Zudan kepada Republika, Kamis (23/6/2022).

Dengan ditegaskannya sanksi pemecatan itu, dia pun tidak menampik memang masih ada sejumlah ASN yang kerap bolos. "Iya ada," kata Zudan.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menilai, masih adanya PNS yang kerap bolos kerja lantaran tugas-tugasnya diselesaikan oleh tenaga honorer.  Trubus mengatakan, fenomena PNS kerap mangkir ini sebenarnya merupakan perkara lama yang tak kunjung tuntas. Fenomena ini jamak ditemui di daerah-daerah. 

Bahkan, lanjut dia, ada PNS yang tidak masuk kerja selama berbulan-bulan. Selain itu, banyak pula PNS daerah yang datang ke kantor untuk sekadar absen dengan cara datang ke kantor pukul 10 pagi, lalu pulang jam 12 siang. 

"Selama ini, mereka (PNS) yang bolos-bolos ini ter-cover tugasnya sama tenaga honorer. Karena itu, mereka aman," kata Trubus kepada Republika, Jumat (24/6/2022). 

Dengan adanya kebijakan penghapusan tenaga honorer mulai November 2023, kata Trubus, kelakuan para PNS bandel itu bakal terkuak. Mereka yang selama ini terbiasa santai, tentu bakal pontang panting bekerja sesuai ketentuan untuk menyelesaikan tugas-tugas.  

Trubus menambahkan, meski selama ini ketika PNS membolos ada honorer yang mengurus pekerjaannya, tapi tetap saja hal itu berpengaruh pada kualitas layanan publik. Hal itu terbukti dari jumlah laporan masyarakat ke Ombudsman.  

Sepanjang 2021, Ombudsman menerima 7.186 laporan maladministrasi pelayanan publik. Instansi terlapor paling banyak adalah pemerintah daerah dengan presentase 40,99 persen. Dari laporan yang ditangani Ombudsman, tercatat 33,23 persen laporan merupakan penundaan layanan pubilk berlarut, 28,69 persen tidak memberikan layanan, dan 21,19 persen penyimpangan prosedur. 

Menurut Trubus, ketika tenaga honorer dihapuskan, tentu akan membuat layanan publik semakin memburuk. "Dengan adanya tenaga honorer saja, laporan masyarakat kepada Ombudsman sudah seperti itu. Kalau tidak ada honorer, akan bagaimana jadinya pelayanan publik," katanya. 

 

photo
Gaji 13 untuk ASN/PNS - (Tim infografis Republika)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement