Ahad 15 May 2022 19:01 WIB

Pemerintah Diminta Segera Turunkan Harga Bahan Pokok

Saat ini, isu terbesar dirasakan masyarakat yaitu kenaikan harga sembako dan migas.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan, Pemerintah secepatnya menurunkan harga bahan pokok. Hal itu agar bisa memperbaiki tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo yang mengalami penurunan beberapa kali sepanjang 2022.

Bhima mengatakan, saat ini, isu terbesar yang dirasakan masyarakat yaitu kenaikan harga bahan pokok dan energi, termasuk minyak goreng dan BBM. Sebab, kenaikan harga tidak sejalan dengan ketersedian lapangan kerja. 

"Yang paling terkena dampak di masyarakat yang mepet garis kemiskinan penghasilan Rp 1-2 juta (per bulan)," kata Bhima dalam diskusi hasil survei Indikator Politik Indonesia pada Ahad (15/5). 

Bhima menyebut, Pemerintah memang bisa menjaga stabilnya harga beras. Namun, ternyata hal itu tak mampu menopang perekonomian rakyat. 

"Beras stabil, tapi kena ke masyarakat soal naiknya PPN, minyak goreng," ujar Bhima. 

Bhima mengatakan, tingkat kepuasan Presiden sebenarnya bisa terjaga bila kenaikan harga bahan pokok ditopang dengan kenaikan pendapatan. "Dampak inflasi bukan kepada trust ke Presiden saja, tapi kelas menengah bawah ini terkait biaya cicilan suku bunga akan naik ikuti inflasi," lanjut Bhima. 

Bhima juga mengingkatkan, Pemerintah agar tak mengorbankan anggaran belanja kesehatan karena Covid-19 melandai untuk menurunkan harga minyak goreng. Dia pun pesimis, bahwa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang baru-baru ini dikucurkan pemerintah akan mendapat hasil positif. 

"Kalau harga bahan pokok nggak segera diselesaikan, maka nggak selesaikan masalah. Karena BLT nggak menjawab masalah, nggak mungkin semua tercover BLT migor. Kalau diberikan ke PKL maka nggak mungkin cover jutaan PKL di sektor makanan dan minuman," tegas Bhima. 

Selain itu, Bhima mengkritisi, gonta ganti kebijakan minyak goreng sampai akhirnya pemerintah melarang ekspor CPO. Sebab, Bhima mengamati, kebijakan tersebut malah tak kunjung memperbaiki harga minyak goreng. 

"Minyak goreng itu pasca-pelarangan CPO harga nggak mengalami penurunan dari Rp 23 ribu rata-rata sekarang Rp 24.500. Justru naik secara rata-rata di migor kemasan," ujar Bhima. 

Bhima pun meyakini, pengawasan minyak goreng curah terbilang sulit bila Pemerintah menggelontorkan subsidi kesana. Kemudian petani sawit mengalami kesusahan akibat pelarangan ekspor. 

"Kebijakan populis (pelarangan ekspor), tapi nggak ngaruh sama sekali. Justru petani sawit swadaya harga jual sawit turun tapi ketika mau beli minyak goreng barangnya naik," ucap Bhima. 

Diketahui, Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengungkapkan, tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi sebesar 58,1 persen berdasarkan hasil survei yang diadakan pada awal Mei 2022. Berdasarkan hasil survei Indikator pada akhir April lalu, publik yang menyatakan cukup puas dan puas terhadap kinerja Presiden Jokowi berada di angka 59,9 persen. Praktis hasil survei pada Mei ini menjadikan tren kepuasan terhadap Presiden Jokowi turun. 

"Hasil survei nasional Indikator terakhir pada 5 – 10 Mei 2022 menunjukkan kepuasan terhadap Presiden Jokowi kembali menurun menjadi 58,1 persen atau terendah dalam enam tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan hasil surveinya secara daring pada Ahad (15/5).

Hasil survei diperoleh dari sampel sebanyak 1.228 responden yang dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, validasi, dan screening. Margin of error survei diperkirakan ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling. Indikator menjamin wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement