Selasa 26 Apr 2022 22:26 WIB

Tren Penurunan Kepuasan Publik Terhadap Jokowi di Beberapa Survei

Isu perpanjangan jabatan presiden hingga krisis minyak goreng disebut jadi penyebab.

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo (kanan) berbincang dengan sejumlah pedagang makanan saat kunjungan kerja ke Pasar Modern Angso Duo di Jambi, Kamis (7/4/2022). Tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi belakangan mengalami tren penurunan berdasarkan beberapa hasil survei. (ilustrasi)
Foto:

Merespons hasil survei Indikator Politik, anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, menilai, fluktuasi harga menjadi salah satu penyebab.

"Fluktuasi harga jelang perayaan Lebaran kali ini memang cukup besar," kata Hendrawan kepada Republika, Selasa (26/4/2022).

Menurutnya adanya kasus minyak goreng mempertontonkan bagaimana berbagai kebijakan yang diambil pemerintah tidak mempan. Selain itu, mekanisme pasar juga dinilai tidak mudah dikendalikan. 

"Rakyat menilai pemerintah tidak efektif menjaga daya beli masyarakat," ujarnya.

Politikus PDIP itu memprediksi target inflasi tahun ini maksimal 4 persen akan terlewati. Kenaikan komoditas pangan, energi, bensin, pajak penjualan (PPn), memiliki efek inflatoar. 

"Pemerintah harus fokus untuk menjaga sisi pasokan agar kenaikan inflasi dapat dikendalikan dengan baik," ungkapnya.

Adapun sebelumnya, menanggapi hasil survei SMRC, Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, mengatakan hasil survei itu menunjukkan bahwa tingkat kritis masyarakat. Khususnya, terhadap isu penambahan masa jabatan presiden yang sempat berembus. 

"Merosotnya kepercayaan publik terhadap pemerintah yang terpotret pada hasil survei SMRC, di mana publik membaca bahwa orang-orang dekat Presiden Jokowi menjadi motor isu penambahan masa jabatan presiden dan periodesasi presiden yang bertentangan dengan konstitusi menunjukkan tingkat kritisisme masyarakat yang semakin tinggi," kata Kamhar kepada wartawan, Ahad (3/4/2022).

Kamhar mengungkapkan momentum ini juga penting untuk mengedukasi publik bahwa pelanggengan kekuasaan pada rezim Orde Lama maupun Orde Baru dulu terjadi atas nama konstitusi, sebab pada UUD 1945 sebelum diamandemen tak ada pembatasan masa jabatan presiden sehingga penguasa pada saat itu terus melanggengkan kekuasaannya yang berujung pada pemerintahan yang totaliter dan diktator. Belajar dari pengalaman itu, Partai Demokrat tak ingin konstitusi kembali pada masa kegelapan demokrasi seperti saat itu.

"Karenanya Partai Demokrat sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi, terdepan melawan agenda-agenda pelanggengan kekuasaan ini yang nyata-nyata inkonstitusional, kontra demokrasi dan mencederai reformasi," ujarnya.  

Partai Demokrat  secara tegas juga mengingatkan Presiden Jokowi agar jangan sampai jadi Malin Kundang reformasi yang melahirkan kembali masa kelam itu. Karena itu, menurutnya penting bagi Jokowi untuk bersikap dan bertindak tegas terhadap orang-orang terdekatnya yang berupaya untuk memuluskan langkah penambahan masa jabatan. 

 

"Jangan terus menerus membiarkan berjalannya agenda makar atau terorisme konstitusi ini. Apalagi menggunakan tafsir yang keliru terhadap demokrasi sebagai argumentasi pembenaran. Jangan membawa Indonesia pada jurang kehancuran demokrasi," ucapnya. 

 

photo
Publik Tolak Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden - (infografis republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement