Senin 14 Mar 2022 14:21 WIB

Dua Sisi Sistem Pangan dalam Perubahan Iklim Global

Perhatian pada sistem pangan akan menjadi solusi nyata mencegah kerusakan lingkungan.

Perhatian yang tepat waktu pada sistem pangan akan menjadi solusi nyata mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap lingkungan. Foto Ilustrasi Petani,
Foto:

Ketahanan Pangan

Presiden Joko Widodo saat berbicara di depan pemimpin dunia COP26 mengutarakan ambisi Indonesia untuk memberikan kontribusi lebih cepat dalam pencapaian target “net zero emission”. Indonesia juga meminta negara-negara maju untuk memberikan dukungan lebih besar demi percepatan pencapaian target tersebut.

Dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia terbaru yang diserahkan dalam pertemuan COP26 menjabarkan secara garis besar strategi Indonesia yang mencanangkan komitmen menurunkan emisi GRK secara sukarela sebesar 26 persen dengan upaya sendiri, dan sampai dengan 41 persen dengan dukungan internasional.  Indonesia berfokus pada upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebagai konsep terintegrasi untuk membangun ketahanan sumber daya pangan, air, dan energi. Indonesia menerapkan pendekatan lanskap meliputi ekosistem daratan, pesisir, dan laut.

Strategi mitigasi Indonesia mengambil titik berat pada rencana aksi iklim untuk mengurangi emisi GRK dengan menyelesaikan persoalan alih fungsi lahan serta kebakaran hutan. Strategi adaptasi Indonesia berfokus pada pengurangan risiko bencana dan penerapan teknologi yang adaptif dengan bertransformasi menuju ekonomi rendah karbon untuk membangun ketahanan pangan, air, dan energi.

Pemerintah menyusun strategi ketahanan pangan dengan titik berat pada upaya mengantisipasi persoalan pangan akibat perubahan iklim. Sederet daftar aksi dipersiapkan, diantaranya dengan membangun pertanian dan perkebunan berkelanjutan, pengelolaan daerah aliran sungai yang terintegrasi, pengurangan deforestasi dan degradasi hutan, pemanfaatan lahan terdegradasi untuk energi terbarukan, konservasi lahan, serta perbaikan efisiensi energi dan pola konsumsi.

Pangan, dalam hal ini dikerucutkan pada sektor pertanian semata, dalam hal ini dipandang sebagai objek. Pangan dilepaskan posisinya dalam konteks sebagai penyumbang emisi GRK.

Dokumen NDC tersebut memperlihatkan cara pandang Indonesia atas pangan. Pemerintah memandangnya dalam kerangka isu ketahanan, atau security issue, yang harus diamankan karena berpotensi memunculkan masalah baru. Tidak salah juga. Sebagian besar kebutuhan pangan Indonesia bergantung pada impor dari negara lain. Produksi beras yang gagal memenuhi kebutuhan konsumsi sehingga kerap dipasok lewat impor.

Sistem Pangan Sebagai Solusi

Bukan bermaksud menyederhanakan persoalan, ini hanya masalah sudut pandang. Andai pemerintah mau melihat pangan dalam sudut pandang sebagai sistem pangan, akan lebih banyak yang  bisa dilakukan. Ingat, sistem pangan punya dua sisi, yang berdampak dan terdampak menghadapi perubahan iklim global. Dalam kerangka ini strategi adaptasi seharusnya jangan berhenti pada upaya mitigasi dan penanganan perubahan iklim global, tapi menjangkau lebih jauh lagi pada sistem pangan.

Intervensi pada sistem pangan secara teoritis akan memberikan solusi nyata untuk mencegah kerusakan yang lebih buruk pada lingkungan, yang pada akhirnya akan mengurangi dampak perubahan iklim dunia. Di sisi lain, intervensi tersebut sekaligus memberikan ruang yang lebih luas untuk pengembangan pangan berkelanjutan yang pada ujungnya menjadi basis dari ketahanan pangan.

Banyak pendekatan kreatif yang bisa dilakukan dengan mengubah sudut pandang terhadap pangan menjadi satu kesatuan sistem pangan. Pertanian dan peternakan di lini produksi tidak bisa dipandang sebagai satu hal yang  parsial, namun harus dipandang sebagai satu  kesatuan dengan distribusi, konsumsi, hingga limbahnya. Hal yang sebenarnya sudah dilakukan dalam keseharian, dan sayangnya intervensi tersebut tidak pernah dikapitalisasi sebagai faktor penyumbang pengurangan emisi GRK.

Isu ketahanan pangan misalnya bisa diterobos dengan memandangnya sebagai cara untuk mencari keseimbangan antara produksi berkelanjutan dan konsumsi dengan gizi seimbang. Diversifikasi pangan bisa lebih serius dikembangkan dengan kampanye pangan yang lebih variatif sebagai bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan pangan alternatif dan beragam. Ketimbang menggenjot peternakan skala besar untuk menekan impor sapi, lebih baik mendorong konsumsi protein alternatif dari ikan dan telur. Isu ketahanan pangan dengan pendekatan sistem pangan akan mempercepat transformasi pangan berkelanjutan. Tujuannya secara luas adalah mewujudkan sistem pangan yang menyediakan makanan bergizi untuk semua sekaligus melindungi mata pencaharian dan memulihkan alam.

Ini telah digaungkan dalam KTT Sistem Pangan PBB, yang diharapkan akan diteruskan estafetnya dalam konferensi iklim dunia (yang sayangnya tahun lalu tidak berhasil). Komunitas global pelaku sistem pangan tahu bahwa kita harus bertindak, dan ini seharusnya menjadi salah satu bahasan utama dalam konferensi iklim dunia (COP) tahun ini. Indonesia bisa menginisiasinya.

Lagi pula, apa gunanya alam yang murni dan terlindungi jika tidak bisa memberi makan rakyatnya?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement