Rabu 23 Feb 2022 07:04 WIB

Hassan Wirajuda Dorong Permintaan Maaf Komprehensif dari Belanda

Belanda sudah tiga kali minta maaf kepada Indonesia tapi dinilai belum komprehensif

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Mantan menteri luar negeri Hassan Wirajuda mendorong permintaan maaf komprehensif dari Belanda. Ilustrasi.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Mantan menteri luar negeri Hassan Wirajuda mendorong permintaan maaf komprehensif dari Belanda. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan menteri luar negeri Indonesia Hassan Wirajuda mengharapkan penjelasan komprehensif atas permintaan maaf yang disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kepada Indonesia.

"Kalau mau tuntas permintaan maaf dan penjelasannya hendaknya tidak dilakukan sepotong-sepotong. Harus komprehensif, seperti yang dilakukan Jerman baru-baru ini," kata dia dalam diskusi bertema Menilik Kembali Hubungan Indonesia-Belanda 1945-1950 secara daring di Jakarta, Selasa (22/2/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan Belanda sudah tiga kali meminta maaf kepada Indonesia. Permintaan maaf pertama dilakukan oleh Menteri Luar negeri Belanda Bernard Bot dalam kunjungannya ke Indonesia pada 15 Agustus 2006. Permintaan maaf itu, katanya, disampaikan atas dasar penelitian politik dan moral, tetapi tidak atas dasar penelitian secara hukum.

Berikutnya, permintaan maaf disampaikan oleh Raja Belanda Willem Alexander. Raja Belanda tersebut meminta maaf atas kekerasan berlebihan oleh Belanda terhadap Indonesia di masa lalu tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Kemudian, permintaan maaf terakhir disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis (17/2/2022). Mark Rutte meminta maaf kepada Indonesia atas penggunaan kekerasan oleh militer Belanda selama masa Perang Kemerdekaan 1945-1949.

Menurut Hassan Wirajuda, yang juga Kepala Pusat Studi Kebangsaan Indonesia Universitas Prasetya Mulya, permintaan maaf tersebut semestinya tidak dilakukan sepotong-sepotong. Sebaliknya perlu dijelaskan secara komprehensif, termasuk terkait ganti rugi yang perlu diberikan oleh Belanda atas kolonialisme mereka terhadap Indonesia selama 350 tahun.

"Jadi permintaan maaf itu semua bersifat sepotong-sepotong, tidak menjawab keseluruhan bencana yang diakibatkan oleh penjajahan, oleh kolonialisasi Belanda selama 350 tahun di bumi Nusantara," katanya.

Hassan juga mendorong Belanda untuk belajar dari permintaan maaf yang disampaikan oleh Jerman terhadap Namibia baru-baru ini. Jerman, kata dia, menyelesaikan masalah yang tersisa dari masa penjajahan mereka terhadap Namibia secara komprehensif, termasuk penyelesaian terkait ganti rugi. "Jerman meminta maaf, disertai ganti rugi sebesar 1,34 miliar dolar Amerika dan pengembalian harta rampasan oleh Jerman," jelasnya.

Menurut Hassan, jika Belanda tulus membuat perhitungan maka semestinya mereka membuat perhitungan yang komprehensif untuk seluruh masa 350 tahun penjajahan mereka di Indonesia, bukan hanya lima tahun selama masa Perang Kemerdekaan pada 1945-1949. "Hanya dengan demikian, strategic partnership Indonesia-Belanda dapat berjalan mulus tanpa gejolak musiman seperti saat ini," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement