Kamis 09 Dec 2021 13:25 WIB

Israel-AS Bahas Latihan Militer untuk Opsi Serang ke Iran

Iran berulangkali membantah telah mengembangkan senjata nuklir.

Rep: Fergi Nadira/Dwina/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz.
Foto: AP/Abir Sultan/Pool European Pressphoto Agenc
Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Pertahanan Israel dan Amerika Serikat (AS) diperkirakan membahas kemungkinan latihan militer yang akan mempersiapkan skenario terburuk untuk menghancurkan fasilitas nuklir Iran jka diplomasi gagal. Hal demikian diungkapkan oleh seorang pejabat senior AS yang meminta namanya dirahasiakan.

"Pembicaraan AS yang dijadwalkan dengan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz yang sedang berkunjung mengikuti pengarahan 25 Oktober oleh para pemimpin Pentagon kepada Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan tentang rangkaian lengkap opsi militer yang tersedia untuk memastikan bahwa Iran tidak akan dapat memproduksi senjata nuklir," kata pejabat itu pada Rabu (8/12) waktu Amerika.

Baca Juga

Iran membantah mengembangkan senjata nuklir dan menekankan hanya ingin menguasai teknologi nuklir untuk tujuan damai. Persiapan AS-Israel ini menggarisbawahi kekhawatiran Barat tentang sulitnya pembicaraan nuklir dengan Iran. Pemerintah Presiden Joe Biden mengharapkan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang ditinggalkan oleh pendahulunya Donald Trump.

Namun para pejabat AS dan Eropa telah menyatakan kekecewaannya setelah pembicaraan nuklir pekan lalu mengenai tuntutan besar-besaran oleh pemerintah baru Iran. Ini pun meningkatkan kecurigaan di Barat bahwa Iran bermain-main dengan waktu sambil memajukan program nuklirnya.

Pejabat AS menolak untuk memberikan rincian tentang latihan militer potensial tersebut. "Kami berada dalam masalah ini karena program nuklir Iran maju ke titik di mana ia memiliki alasan konvensional," kata pejabat itu, sambil tetap menyuarakan harapan untuk diskusi.

Sementara pejabat Uni Eropa yang memimpin negosiasi nuklir di Wina mengatakan, pihaknya akan melanjutkan pembicaraan nuklir pada Kamis. Utusan khusus AS untuk Iran juga dilaporkan berencana untuk bergabung dengan mereka selama akhir pekan.

Pekan lalu Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa Iran telah memulai proses pengayaan uranium hingga kemurnian 20 persen dengan satu kaskade, atau klaster dari 166 mesin IR-6 canggih di pabrik Fordow, yang digali ke dalam Gunung. Perjanjian nuklir 2015 memberi Iran kelonggaran dari sanksi global tetapi memberlakukan batasan ketat pada kegiatan pengayaan uraniumnya.

Kesepakatan nuklir 2015 sama sekali tidak mengizinkan Iran untuk memperkaya uranium di Fordow, apalagi dengan sentrifugal canggih. Dengan manfaat nuklir kesepakatan yang sekarang sangat dikompromikan, beberapa pejabat Barat mengatakan hanya ada sedikit waktu tersisa sebelum dasar kesepakatan itu rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi.

Latihan militer oleh AS dan Israel dapat menjawab seruan mantan pejabat senior AS dan pakar Timur Tengah Dennis Ross untuk secara terbuka memberi sinyal kepada Teheran bahwa AS dan Israel masih serius mencegahnya memperoleh senjata nuklir. "Biden perlu melucuti Iran dari gagasan bahwa Washington tidak akan bertindak secara militer dan akan menghentikan Israel untuk melakukannya," tulis Ross bulan lalu.

Setuju serang Iran

Sementara itu setengah warga Israel mengatakan akan mendukung negaranya menyerang Iran tanpa lampu hijau dari Amerika Serikat (AS). Middle East Eye melaporkan hasil itu didapatkan dari jajak pendapat yang dirilis oleh Institut Demokrasi Israel pada Rabu (8/12).

Israel telah berusaha untuk menahan agar negara-negara besar berhenti melakukan pembicaraan kesepakatan nuklir Iran. Terlebih lagi Amerika Serikat (AS) dalam pemerintah Joe Biden mempertimbangkan kembali masuk dalam Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang sebelumnya ditinggalkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement