Kamis 09 Dec 2021 11:54 WIB

Bagus Mana, Lapor Netizen atau Lapor Polisi?

Polri dituntut bisa mengimbangi cepatnya informasi yang beredar di masyarakat.

Viral taggar #savenoviawidyasari
Foto: istimewa/tangkapan layar
Viral taggar #savenoviawidyasari

Oleh : Ani Nursalikah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Jagat maya kembali ramai pekan lalu. Sebabnya, seorang mahasiswi Universitas Brawijaya ditemukan meninggal dunia karena bunuh diri di pusara ayahnya.

Awalnya, ia diduga depresi karena ditinggal ayah. Namun, dari media sosial terungkap korban depresi berat karena kekasihnya memperkosanya dan menolak bertanggung jawab atas kehamilannya. Bahkan, korban sudah dua kali menggugurkan kandungannya akibat desakan kekasihnya dan keluarganya.

Belakangan akhirnya publik tahu kekasihnya adalah seorang polisi berpangkat Bripda berinisial Randy di Polres Pasuruan Kabupaten. Berkat jari-jemari netizen (warganet), terungkap semua permasalahan yang diderita korban.

Cerita mengenai korban diungkap temannya di media sosial. Selebihnya, informasi mulai dari curhatan korban, kondisi keluarganya, kesehatan mentalnya, identitas pelaku, bahkan identitas keluarga pelaku terungkap berkat pengusutan warganet.

Informasi ini bahkan dilengkapi dengan foto pelaku dan keluarganya. Randy dan keluarga diduga mendorong korban untuk melakukan aborsi.

Penulis bahkan mendapat tautan langsung yang terhubung ke nomor Whatsapp pelaku. Semuanya lengkap tersaji dan dengan mudah diakses melalui media sosial.

Baca juga : Pesantren Tempat Terduga Pelaku Pelecehan Seksual akan Dibekukan

"Silakan yang mau silaturahim dengan pacarnya dan keluarganya," begitu ujar salah satu warganet sambil menyertakan informasi akun media sosial pelaku dan keluarnya.

"Tandain nih wajah pelaku dan keluarganya," ujar yang lain.

Luar biasa bukan? Soal mengorek informasi jangan ragukan kecepatan dan kejelian netizen Indonesia. Bahkan celah terkecil sekalipun mampu dikorek. Kisah mengenai mahasiswi ini viral dengan tagar #savenoviawidyasari di Twitter.

Setelah viral, tidak butuh waktu lama bagi polisi untuk menangkap Randy. Sebelumnya, Novia diketahui sempat mengadu ke unit perlindungan perempuan dan anak (PPA), namun sayangnya ia tidak mendapat respons dan pendampingan yang semestinya. Saat ini, Propam Polda Jatim telah menetapkan Randy sebagai tersangka.

Ia akan diproses pidana sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya. Hal ini sesuai amanat Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang tidak akan tebang pilih dalam menindak anggota Polri yang melakukan pelanggaran, terlebih pelanggaran berat seperti tindak pidana. Sedangkan dari sisi kode etik, polisi mengenakan tindakan tegas berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Kasus ini mendapat perhatian khalayak. Salah satunya dari aktivis isu perempuan Kalis Mardiasih. Dalam surat terbuka berjudul “Surat untuk Novia Widyasari, Harum Namamu Kini”, ia menulis, "Negara ini berutang untuk nyawamu. Seperti kemarin-kemarin ia mengutang nyawa untuk nama-nama korban kekerasan seksual lainnya."

Kasus Novia hanya satu dari sekian kasus yang melibatkan anggota polisi dan mendapat perhatian publik. Beberapa tagar yang sempat viral, misalnya #PercumaLaporPolisi dan #SatuHariSatuOknum.

Sekali lagi, kehormatan Polri dipertaruhkan dengan adanya kasus ini. Polri juga dituntut bisa mengimbangi cepatnya informasi yang beredar di masyarakat.

Sebuah satir: gerak cepat polisi setelah suatu kasus menjadi perbincangan publik, memunculkan pernyataan lebih baik lapor warganet ketimbang polisi. "Apakah harus viral dulu baru ditindak?" jadi pertanyaan yang kerap muncul di setiap unggahan viral.

Kasus Randy  juga menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana proses rekrutmen polisi dan pembinaan mental terhadap anggotanya. Sikap berani bertanggung jawab tentunya harus menjadi sikap yang mendarah daging bagi setiap insan Polri.

Jadi, mana yang lebih baik? Lapor netizen atau polisi?

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement