Selasa 07 Dec 2021 09:20 WIB

Polisi Gambia Bubarkan Pengunjuk Rasa Protes Hasil Pemilu

Pengamat pemilu dari Uni Afrika mengatakan pemilihan di Gambia digelar sesuai standar

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pengamat pemilu dari Uni Afrika mengatakan pemilihan di Gambia digelar sesuai standar. Ilustrasi.
Foto: AP/Leo Correa
Pengamat pemilu dari Uni Afrika mengatakan pemilihan di Gambia digelar sesuai standar. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJUL -- Kepolisian Gambia melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan pendukung kandidat presiden Ousainou Darboe. Mereka turun ke jalan untuk memprotes terpilihnya kembali Presiden Adama Barrow.

Ratusan pengunjuk rasa berkumpul di permukiman Serekunda, sekitar 12 kilometer dari Banjul. Demonstrasi ini digelar satu hari setelah Darboe dan dua kandidat lainnya mengatakan tidak menerima kemenangan Barrow dalam pemilihan yang berlangsung damai Sabtu (4/12) lalu.

Baca Juga

Polisi melakukan intervensi dengan gas air mata saat massa mulai berkelahi dengan pendukung Barrow. Situasi mulai berangsur tenang pada malam hari. Pada Senin (6/12) kantor kantor Inspektur Jenderal Polisi mengatakan khawatir pertemuan terancam menjadi kekerasan.

"Tanpa menahan diri, segala bentuk kekerasan pasca-pemilihan akan membahayakan warisan kami pada toleransi, kedewasaan, dan perdamaian karena kantor dengan keras meminta rakyat Gambia untuk tetap tenang," kata kepolisian dalam pernyataannya, Selasa (7/12).

Pemilihan pekan lalu menguji stabilitas dan progres demokrasi negara kecil di Afrika Barat dengan 2,5 juta penduduk. Mereka berharap pemilihan ini menjadi garis pembeda antara kekuasaan keji mantan Presiden Yahya Jammeh yang kalah dalam pemilihan 2016 lalu oleh Barrow dan terpaksa tinggal di pengasingan.

Pada Senin kemarin Essa Mbye Faal menerima kekalahannya dan menarik diri dari deklarasinya bersama Darboe. "Saya sudah menelepon Adama Barrow untuk kemenangannya dalam pemilihan. Saya memberitahu pendukung saya kami telah kalah dalam pemilihan dan harus menerima kehendak Tuhan," katanya.

Ia tidak mengungkapkan alasan mengapa mengubah keputusannya. Dua kandidat presiden lainnya belum mengatakan bagaimana mereka memproses kekalahan dari Barrow. Mereka mengklaim terdapat banyak masalah di tempat pemungutan suara.

Pengamat pemilihan umum dari Uni Afrika mengatakan pemilihan di Gambia digelar sesuai dengan standar internasional. Sementara pengamat Uni Eropa memuji transparansi proses pemungutan dan penghitungan suara.

Namun dalam pernyataannya, pengamat dari Uni Eropa mengkritik Komisi Pemilihan Independen. Mereka mengatakan proses penerimaan kandidat sebelum pemilihan terlalu buram.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement