Ahad 05 Dec 2021 21:23 WIB

Amil & Zakat Ibarat Air Bersih dan Muara, tak Boleh Kotor

Yang mendorong hati seseorang dalam memutuskan hendak berzakat ke mana

Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Zakat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana, Direktur Pendayagunaan IZI

"Jika kamu kehilangan kepercayaan, kamu kehilangan semua" - Eleanor Roosevelt

Bagi para pimpinan lembaga zakat, sejatinya ia merasa tak mudah menjadi nahkoda lembaga ini. Ada begitu banyak problem yang kadang menguras seluruh energi dan waktunya. Lebih dari itu, ada saja kekhawatiran bahwa apa yang ia lakukan, bukan membangun lembaga, malah memundurkannya ke garis belakang lagi.

Lembaga zakat memang tidak sepenuhnya bergantung pada pucuk pimpinannya. Namun faktanya, pengaruh pimpinan akan menjadi corak dan warna paling kuat dalam sebuah lembaga. Termasuk urusan yang tak mudah dari pimpinan lembaga zakat yaitu menjaga harmoni antara pertumbuhan dan kenyamanan para amil.

Setiap lembaga ingin terus tumbuh dan berkemang. Ingin terus maju dan meningkat ukuran pengelolaannya, serta jaringannya lyn semakin luas. Untuk tumbuh semakin besar, sayangnya tak bisa instan. Ada kerja keras, kerja besar dan terus menerus yang justru bisa mengganggu ketidaknyamanan para amil di dalamnya.

Pertumbuhan lembaga, ibarat sebuah rumah tangga, kadang pada fase awal, kita menganggap materi adalah prasayarat ketenangan dan kenyamanan. Namun setelah benar tercapai, justru itulah jebakan sebuah keluarga.

Keluarga harmonis, harus mampu menyeimbangkan laju pertumbuhan dengan kenyamanan anggota keluarganya. Dan di dunia amil pun tak berbeda jauh, untuk menuju pertumbuhan yang baik, para pimpinan lembaga zakat harus mampu menyeimbangkan antara peningkatan dan pertumbuhan lembaga dengan kenyamanan para amil zakatnya.

Dalam praktiknya memang tidak mudah. Karena soal kenyamanan sendiri sifatnya relatif. Saat yang sama, para amil sendiri pun ia harus menunjukan kemampuannya untuk terus berkinerja baik, penuh kesabaran dalam bekerja dan memiliki kesetiaan yang kuat pada lembaga.

Apakah semua hal tadi cukup. Jawabannya belum tentu. Waktu nanti yang akan menguji soal kemampuan keseimbangan ini. Dan soal waktu pula yang akan membuktikan soal seberapa seorang amil dan keluarganya bisa tetap bahagia dengan posisinya sebagai amil.

Di bawah ini ada beberapa tangga yang harus dilewati agar lembaga amil zakat bisa tumbuh dan amilnya bahagia. Pertama, memastikan seluruh amil dan jaringannya memperkuat hubungan dengan Allah SWT.

Ini mungkin terdengar klise, atau outopia. Namun faktanya, lembaga zakat sejatinya adalah lembaga yang sepenuhnya tumbuh karena ditopang oleh kepercayaan banyak pihak. Betapa pun hebat dan kreatifnya sebuah lembaga zakat, bila tak lagi dipercaya masyarakat, ia seperti menghadapi kiamat. Selesai begitu saja, lantas dilupakan.

Bila kita berbicara soal kepercayaan ini, mungkin secara manusiawi ini terkait dengan soal branding dan kampanye yang massif dan bagus. Namun sebagai amil, kita harus meyakini bahwa, sesungguhnya yang mendorong hati seseorang dalam memutuskan hendak berzakat ke mana, tak cukup dengan hanya branding dan soal-soal merek yang ada. Allah-lah penggerak hati calon muzaki, sehingga ia putuskan hendak berzakat ke mana dan seberapa kuat ia akan percaya pada salah satu atau beberapa lembaga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement