Ahad 28 Nov 2021 07:43 WIB

Pernyataan KAMI Tanggapi Putusan MK di UU Ciptaker

Menurut Presidium KAMI Din Syamsuddin, protes pada UU Ciptaker adalah konstitusional.

Presidium KAMI, Prof Din Syamsuddin
Foto: dok. Istimewa
Presidium KAMI, Prof Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurut Presidium KAMI Prof Din Syamsuddin, UU Ciptaker telah cacat formil dan inkonstitusional, berdasarkan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Karena itu, lanjutnya, pelbagai protes yang selama ini diajukan elemen-elemen masyarakat sipil terhadap UU Ciptaker atau Omnibus Law adalah benar secara konstitusional. Kini, ia meminta pemerintah dan DPR untuk patuh pada putusan MK tersebut.

Baca Juga

"Dengan demikian sikap pemerintah yang tidak aspiratif sejak sebelum Omnibus Law menjadi Undang-Undang dapat dinilai sebagai suatu kesalahan," ujar Din Syamsuddin dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, hari ini.

Ketua umum PP Muhammadiyah dua periode itu (2005-2010 dan 2010-2015) mengingatkan, kritik dan masukan dari masyarakat dalam hal ini sangat diperlukan. Tanpa masyarakat protes terhadap pembentukan Omnibus Law, menurutnya, sama saja dengan membiarkan UU yang melanggar konstitusi dan nilai-nilai demokrasi terus dipergunakan.

"Partisipasi masyarakat ini harus dipandang sebagai fungsi check and balance yang masih berjalan, bukan sebagai ancaman bagi kekuasaan pemerintah," tegasnya.

Pada 2020 lalu, berbagai aksi protes terhadap UU Ciptaker di daerah-daerah menimbulkan kerusakan fasilitas umum dan bahkan korban jiwa. Di samping itu, aparat juga melakukan penangkapan-penangkapan.

Din mengatakan, fenomena tersebut harus dilihat sebagai konsekuensi dari sikap keras pemerintah yang terkesan memaksakan UU Ciptaker segera diberlakukan meskipun negara masih dalam kondisi krisis. Apalagi, saat itu dan bahkan hingga kini rakyat masih menderita akibat pandemi Covid-19.

"Ini merupakan kecerobohan pemerintah dalam menegakkan hukum dengan menangkap dan menahan warga negara sehingga mengalami penderitaan lahir dan batin," katanya.

Bebaskan aktivis

Dengan dikeluarkannya putusan MK ini, Din menilai, pemerintah seharusnya beritikad baik. Menurutnya, beberapa aktivis KAMI, seperti Jumhur Hidayat dan Anton Permana, semestinya divonis bebas. Adapun aktivis KAMI Syahganda Nainggolan yang telah divonis dan dipenjarakan diharapkan dapat direhabilitasi nama dan kehormatannya. Begitu pula dengan para korban lainnya yang meninggal dunia akibat kekerasan aparat saat berlangsungnya aksi massa memprotes UU Ciptaker. Pun dengan mereka yang telah ditangkap, diadili dan dipenjarakan oleh negara karena dianggap sebagai penghalang berlakunya Omnibus Law.

"Demi tegaknya kembali kewibawaan pemerintah di dalam sistem negara hukum," simpul Din.

Sebelumnya, MK memutus bahwa prosedur pembentukan UU Ciptaker menabrak prosedur pembentukan undang-undang, sebagaimana diatur oleh UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

Dalam amar putusan pada Kamis (25/11), MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional secara bersyarat dan harus dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement