Rabu 10 Nov 2021 16:57 WIB

Asah Asih Asuh Anak untuk Indonesia Emas

Pakar sayangkan belum ada inovasi baru terkait perencanaan penanganan stunting.

Rep: Ronggo AstungkoroDadang Kurnia/ Red: Friska Yolandha
Petugas kesehatan mengukur lingkaran kepala balita saat pelaksanaan Pos Pelayanan Keluarga Berencana Kesehatan Terpadu (Posyandu) di Desa Toabo, Kecamatan Papalang, Mamuju, Sulawesi Barat, Rabu (3/11/2021). Kegiatan posyandu tersebut dilakukan untuk menghindari kasus stunting pada anak dengan memberikan vitamin A dan suntikan imunisasi.
Foto:

"Menurut saya angkanya cukup banyak ini, 9,8 persen. Di setiap 100 remaja ada sembilan remaja yang mental emotional disorder yang tidak jelas, kadang depresi, kadang tidak punya semangat, tidak ada antusias, maupun terlalu gembira tidak bisa diatur," jelas dia. 

Dia menyampaikan, jumlah remaja yang memiliki mental emotional disorder terpengaruh oleh jumlah kasus stunting yang terjadi. Karena itu, dia menilai, pola pengasuhan menjadi salah satu hal penting dalam mencegah terjadinya stunting pada anak yang akan beranjak besar menjadi seorang remaja.

Hasto menjelaskan, sejatinya persoalan-persoalan itu erat kaitannya dengan jarak kehamilan seorang ibu. Ketika jarak kehamilan begitu dekat, maka itu akan berdampak kepada anak yang sebelumnya dilahirkan, bisa karena kekurangan asupan gizi dari ASI dan juga adanya kecemburuan seorang anak terhadap pembagian perhatian yang dilakukan oleh orang tuanya.

Untuk itu, BKKBN menetapkan inverval kehamilan yang baik itu ialah dengan jarak 30 bulan dari kelahiran sebelumnya. "Kalau kita mengambil porsi stunting serius betul, insya Allah akan menurunkan mental emotional disorder dan autism karena faktor-faktor penyebab stunting juga sebagian menjadi penyebab mental emotional disorder," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan, pada kesempatan itu juga menyampaikan pentingnya membudayakan pola pengasuhan anak yang lemah lebut dan penuh kasih sayang. Dengan kelemahlebutan dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua, maka anak akan berkembang dengan baik.

"Asah, asih, dan asuh. Ini yang saya kira perlu kita jadikan budaya dalam mendidik anak. Jadi dengan kasih sayang anak dia akan tersentuh. Tanpa harus dipukul anak sudah sadar untuk sholat misalnya ya, untuk membaca, belajar, dan seterusnya," jelas Amirsyah.

Kemudian General Manager Kesehatan Dompet Dhuafa, Yeni Purnamasari, yang juga hadir pada webinar itu menyatakan sepakat dengan apa yang disebutkan oleh Hasto, yakni stunting disebabkan oleh multi faktor. Yeni mengungkapkan, salah satu akar masalah dari terjadinya stunting ialah kemiskinan.

"Akar masalahnya adalah kemiskinan. Kemudian adanya (persoalan) ketahanan pangan dan gizi, dan ini sangat-sangat terpengaruh pada masa pandemi Covid-19, di mana masyarakat menurun sekali daya ketahanan pangannya, termasuk juga input terkait gizi dan juga pendidikan," kata dia.

Yeni mengatakan, Dompet Dhuafa melakukan kegiatan penanganan dan pencegahan stunting hampir di seluruh siklusnya. Tapi, fokus utama yang pihaknya tangani ialah 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak atau sekitar dua tahun. Menurut dia, 1.000 hari pertama kehidupan adalah momentum yang amat penting dalam upaya pencegahan stunting.

"Aktor kuncinya memang betul tadi keluarga ya. Terutama ibu di dalam keluarga, kemudian juga pelibatan dari kader kesehatan lalu juga tokoh ya, tokoh agama, tokoh masyarakat, termasuk juga kepala desa atau pemerintah daerah," jelas dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement