Kamis 30 Sep 2021 16:23 WIB

Pemecatan 56 Pegawai KPK Wujud Kemunduran

Mereka memiliki integritas, berani dan komitmen tinggi dalam pemberantasan korupsi.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
 Aktivis Jogja Corruption Watch Baharuddin Kamba.
Foto: Republika/ Wihdan
Aktivis Jogja Corruption Watch Baharuddin Kamba.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- KPK resmi memecat 57 pegawai yang dinilai tidak memenuhi syarat berdasarkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang merupakan proses alih pegawai KPK menjadi ASN. Pemberhentian itu berlaku efektif mulai 1 Oktober 2021.

Aktivitas Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba mengatakan, tidak berlebihan jika pemecatan kepada 56 pegawai KPK termasuk tragedi kemunduran. Terutama, dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi yang selama ini diemban KPK.

"Karena Novel Baswedan cs dikenal publik memiliki integritas, berani dan komitmen yang tinggi dalam pemberantasan korupsi," kata Baharuddin, Kamis (30/9).

Dia berharap kepada Presiden Joko Widodo untuk turun tangan. Minimal, membuka suaranya kepada publik secara langsung atas persoalan nasib 56 pegawai KPK tersebut. Sebab, semua ini bermuara ke seperti apa sikap Presiden Jokowi.

Baharuddin mengingatkan, masyarakat sampai saat ini masih menantikan. Lagipula, rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan KPK, BKN, BIN dan pelaksana TWK telah menyimpang dari prosedur yang baik atau maladministrasi.

Selain itu, Baharuddin menekankan, Komnas HAM sudah menemukan setidaknya ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK. Karenanya, ia berpendapat, Presiden Joko Widodo memang harus turun tangan atas nasib 56 pegawai-pegawai KPK tersebut.

"Dengan Presiden Joko Widodo turun tangan atas 56 pegawai KPK inim setidaknya memberikan keadilan bagi mereka (56 pegawai KPK) yang telah bekerja untuk KPK bukan memulihkan kekisruhan sesaat bahkan tidak berkesudahan," ujar Baharuddin.

Terkait itu, Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, sudah pula berpamitan sebagai penyidik lembaga antirasuah setelah mengabdi selama 14,5 tahun. Yudi belum memutuskan akan berlabuh ke mana setelah dirinya dipecat dari KPK.

Belakangan, Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, menyampaikan keinginan untuk menarik 56 pegawai KPK yang tidak lulus TWK sebagai ASN Polri. Keinginan itu telah disampaikan ke Presiden Jokowi, bahkan sudah mendapat persetujuan.

Sigit menuturkan, 56 pegawai KPK akan ditarik Polri untuk memperkuat Direktorat Tipikor Bareskrim. Ada tugas tambahan terkait upaya pencegahan, dan upaya yang harus dilakukan mengawal penanggulangan covid, pemulihan ekonomi dan lain-lain.

Terkait itu, Baharuddin melihat, keinginan Kapolri untuk menarik 56 pegawai KPK yang tidak lolos TWK menjadi ASN Polri itu kontradiktif dengan hasil tes TWK. Yang mana, sudah menyatakan 56 pegawai KPK ini merah dan tidak bisa dibina.

Dia merasa, ini akan menimbulkan konflik kepentingan. Selain itu, perlu landasan hukum yang kuat untuk merekrut 56 pegawai KPK ini menjadi ASN Polri dan harus mengikuti setiap proses ujian lazimnya setiap orang yang ingin jadi ASN Polri.

"Tidak ujug-ujug karena jika itu dilakukan artinya ke 56 pegawai KPK ini ditarik menjadi ASN Polri tanpa mengikuti proses pada umumnya, maka akan menimbulkan kecemburan bagi ASN Polri lainnya," kata Baharuddin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement