Selasa 07 Sep 2021 05:15 WIB

Mendikbudristek Harus Perhatikan Desakan Aliansi Organisasi

Pemerintah harus membiayai pendidikan seluruh peserta didik.

Panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) SMP PGRI 1 Kota Serang menunggu calon siswa yang akan mendaftar, di Serang, Banten, Rabu (23/6/2021). Menurut pengelola sekolah tersebut sejak pemerintah memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru sekolah negeri, jumlah murid yang mendaftar ke sekolah swasta makin menurun bahkan hampir tidak ada sehingga pengelola sekolah swasta kesulitan untuk menggaji guru serta memelihara gedung karena tidak ada bantuan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) dari pemerintah maupun dana partisipasi masyarakat.
Foto: Antara/Asep Fathulrahman
Panitia PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) SMP PGRI 1 Kota Serang menunggu calon siswa yang akan mendaftar, di Serang, Banten, Rabu (23/6/2021). Menurut pengelola sekolah tersebut sejak pemerintah memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru sekolah negeri, jumlah murid yang mendaftar ke sekolah swasta makin menurun bahkan hampir tidak ada sehingga pengelola sekolah swasta kesulitan untuk menggaji guru serta memelihara gedung karena tidak ada bantuan dana BOS (Biaya Operasional Sekolah) dari pemerintah maupun dana partisipasi masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Zainuddin Maliki, mantan rektor Universitas Muhammadiyah dan anggota DPR.

Mendikbudristek harus memperhatikan desakan Aliansi Organisasi Penyelenggara Pendidikan yang terdiri atas Muhammadiyah, NU, PGRI, Taman Siswa, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Majelis Pendidikan Kristen Indonesia untuk menghapus ketentuan Permendikbudristek Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler, khususnya pasal 3 ayat (2) huruf d tentang sekolah penerima dana BOS reguler.

Permendikbudristek Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler mengatur ketentuan penerima BOS reguler harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir. Jelas ketentuan itu melanggar UUD 1945, diskriminatif, dan tidak memenuhi rasa keadilan.

Dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945 ditegaskan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, dan pemerintah wajib membiayainya.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 34 juga ditegaskan dalam ayat (2), Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Dalam ayat ditegaskan (3), Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

Oleh karena itu, pemerintah harus membiayai pendidikan seluruh peserta didik sebagai hak konstitusional sebagai warga negara. Tidak boleh ada diskriminasi atas dasar apa pun, termasuk tidak boleh ada diskriminasi atas dasar besar-kecilnya rombongan belajar.

Masih banyak sekolah-sekolah kita, jangan bicara sekolah di pinggiran dan 3T, di banyak kota besar pun masih banyak sekolah kita yang siswanya kurang dari 60 peserta didik. Tentu mereka bisa terancam gulung tikar.

Seharusnya Mendikbudristek melaksanakan petunjuk Presiden agar membangun dari pinggiran. Di samping itu, ibarat mata rantai, kekuatannya ada di titik rantai yang lemah. Justru titik lemah itu harus diperkuat jika ingin mata rantai pendidikan nasional kita berkemajuan.

Oleh karena itu, Mendikbudristek harus menghapus ketentuan Permendikbudristek Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler, khususnya Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler.

Penuhi amanat UUD 1945 dengan menata pendidikan yang berkualitas, adil, dan merata.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement