Senin 06 Sep 2021 17:21 WIB

MUI: Kerukunan Umat Beragama Secara Umum tak Ada Masalah

Kerukunan umat beragama di Indonesia berjalan dinamis dan stabil

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua MUI Bidang Kerukunan Antarumat Beragama, Buya Yusnar Yusuf, menilai kerukunan Indonesia tidak ada masalah signifikan
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua MUI Bidang Kerukunan Antarumat Beragama, Buya Yusnar Yusuf, menilai kerukunan Indonesia tidak ada masalah signifikan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKRTA – Perusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang belum lama ini membuat masyarakat bertanya lagi tentang kondisi kerukunan dan toleransi masyarakat Indonesia. Sebelumnya, juga masih terjadi pelarangan pembangunan masjid di sebuah kompleks perumahan. 

Sementara, beberapa survei menyebut bahwa kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia cukup baik. Apakah benar demikian?

Baca Juga

Menanggapi hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Kerukunan Antarumat Beragama (KAUB), Buya Yusnar Yusuf mengatakan, kerukunan umat beragama di Indonesia sebenarnya memang tidak ada masalah. 

Hanya saja, menurut dia, ada pihak-lain yang membesar-besarkannya. “Kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia ‘tak ada masalah’, cuma ada saja sesuatu yang nanti dibuat menjadi masalah,” ujar Buya Yusnar saat dihubungi Republika.co.id, Senin (6/9).

 

Menurut dia, insiden atau konflik antaraumat beragama yang terjadi selama ini biasanya disebabkan karena tidak mendepankan dialog. Padahal, menurut dia, semua masalah itu sebenarnya biasa didialogkan dengan mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006.

“Jadi, konflik antarumat beragama itu selalu saja tidak mendahulukan forum dialog sebagai solusi,” ucapnya.

Dia menjelaskan, jika sudah ada aturan seperti itu, maka sebenarnya tidak ada alasan lagi untuk berkonflik. Jika tetap bertikai, kelompok tersebut berarti tidak memahami hukum atau bahkan melawan hukum.

“Kalau sudah ada itu, mengapa mesti pertikai? Berarti kita tidak paham hukum atau melawan hukum. Terus kalau kita melawan hukum, maka berarti sifatnya pidana,” kata Buya Yusnar.

Dia mencontohkan seperti dalam proses pembangunan sebuah tempat ibadah. Menurut dia, sebelum ada rekomendasi dari FKUB, maka kepala daerah tidak boleh mendatangani surat izin pembangunan sebuah rumah ibadah. 

“Nah, jika belum ada kesepakatan atau ada embrio tentang ketidaksepakatan dan akan meruncing, maka segeralah lakukan musyawarah melalui dialog. Dan keputusan dalam dialog itu harus ditaati oleh semua pihak,” jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, jika nantinya tetap ada pertikaian atau pengerusakan, maka itu masalah itu akan ditangani pihak kepolisian. Karena, tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum. “Itu ditangani oleh hukum, bukan oleh MUI lagi. Karena tindakan itu adalah pelanggaran hukum,” ucap Buya Anwar.

Dalam melihat kasus perusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang beberapa waktu lalu, dia pun meyakini sudah ada dialog sebelumnya tentang pembangunan masjid tersebut. 

Namun, menurut dia, ada pihak yang mengingkari kesepakatan, sehingga kelompok yang merasa diingkari menjadi marah. “Tapi sepatutnya masyarakat yang mengatasnamakan aliansi dan sebagainya itu jangalah terburu-buru (mengambil tindakan), kan bisa diselesaikan baik-baik. Jangan kemudian panas dan terus marah-marah, karena itu bukan karakter Indonesia,” katanya.

Buya Yusnar menambahkan, karakter bangsa Indonesia adalah toleran, harmonis, sabar, dan hidup dalam kebersamaan. Karena itu, menurut dia, agar kerukunan umat beragama di Indonesia tetap terjaga, dialog harus dikedepankan. “Agar tidak terjadi lagi harus mengedepankan dialog itu, dan dialog ini harus digerakkan pemerintah daerah,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement