Ahad 29 Aug 2021 19:19 WIB

Kampus Merdeka, Akankah Mahasiswanya Bahagia?

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka upaya menciptakan atmosfer belajar bahagia.

Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka menjadi salah satu solusi pemerintah memperbaiki kualitas pendidikan di dunia kampus.
Foto:

Oleh : Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika

Kampus Bukan Kantor Birokrasi

Jika kita mendaras lebih dalam butir-butir peraturan mendikbud-ristek dalam lima Peraturan Menteri, kampus diminta memahami esensi kemerdekaan belajar di perguruan tinggi. Patut diingat, kampus bukan kantor birokrasi layaknya kantor-kantor institusi non-perguruan tinggi yang menekankan budaya kerja berbasis struktural. Bahkan kampus cenderung mirip dengan sistem garis komando di dunia militer. Sebaliknya, yang seharusnya selalu ditumbuhkan di dunia kampus adalah munculnya center of excellence, kumpulan para pemikir, inovator, dan problem solver yang memahami persoalan kemasyarakatan. Sehingga penghuni di kampus tersebut melakukan penelitian dalam usaha mencari solusi untuk mengatasi semua problem di masyarakat.

Saya teringat pesan Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro yang berkata seluruh anggota civitas akademika harus diberdayakan dan difungsikan agar mencapai titik paling optimal. Sebab bagi mantan dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud-Ristek ini, keberhasilan sebuah organisasi dan kelembagaan amat ditentukan dan bermula dari kecerdasan dan kejelian pemimpinnya. Karenanya, kampus sebagai ujung tombak perubahan dan peradaban memerlukan manajemen kepemimpinan yang partisipatif-kolaboratif, kolektif-kolegial, bukan yang otoritatif-parsial, dan apalagi sentralistik-antidialog.

Kampus harus lebih aktif menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi lain. Kampus diharuskan lebih sering menggandeng berbagai perusahaan agar para mahasiswanya bisa mendapatkan ilmu lewat praktik langsung di dunia kerja.

Program pengabdian kepada masyarakat yang sudah dijalankan banyak kampus bisa diperluas dengan lebih banyak menggandeng lembaga, merangkul UMKM, atau lebih sering melakukan kegiatan di pedesaan yang kurang mendapatkan perhatian. Misalnya, kampus bisa mengirimkan mahasiswanya mengajarkan para pelaku UMKM menggunakan teknologi digital untuk memasarkan produknya lewat media sosial.

Dengan menjalankan kegiatan di program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka itu, perguruan tinggi akan dituntut mengimplementasi program perbaikan kualitas pendidikan yang digulirkan pemerintah. Namun kita tidak bisa memungkiri, tidak sedikit kampus yang masih menekankan aspek formalitas. Di taraf akut, formalitas di kampus ditandai dengan banyaknya peraturan yang justru bukan mempermudah malah memperlambat proses birokrasi, seperti berbelitnya izin penelitian atau pengabdian masyarakat. Untuk itu, seiring dengan berjalannya program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, pemerintah, kampus, rektor, dosen, dan mahasiswa sama-sama benahi kualitas pendidikan agar tidak semakin tertinggal. Tabik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement