Rabu 25 Aug 2021 15:07 WIB

Penyaluran Bansos, KPK: Maksimalkan Data Kependudukan 

Memaksimalkan data kependudukan agar tidak menimbulkan kerugian negara.

Pemanfaatan data kependudukan harus dimaksimalkan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) agar tidak menimbulkan kerugian negara. (Foto: Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar)
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Pemanfaatan data kependudukan harus dimaksimalkan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) agar tidak menimbulkan kerugian negara. (Foto: Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar mengatakan pemanfaatan data kependudukan harus dimaksimalkan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos). Langkah ini agar tidak menimbulkan kerugian negara.

Lili mengatakan berdasarkan pengelolaan data penerima bansos yang dilakukan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Tahun 2020 teridentifikasi data ganda menyebabkan ketidaktepatan penyaluran bansos. "Tentu menimbulkan kerugian negara, khususnya dalam penyelenggaraan bansos oleh berbagai pihak, baik di pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah pada masa pandemi COVID-19," ucap Lili saat webinar "NIK, Penting Gak Sih?" yang diadakan Sekretariat Stranas PK, Rabu (25/8).

Baca Juga

Sebagai langkah antisipasi, lanjut Lili, KPK mengeluarkan Surat Edaran (SE) Pimpinan KPK Nomor 11 Tahun 2020 untuk mendorong pentingnya penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) dalam pendataan penerima bansos. "Data NIK ini tentu harus tervalidasi dengan data dukcapil (kependudukan dan pencatatan sipil) untuk memastikan tidak ada lagi data ganda, orangnya belum meninggal atau kemudian tidak fiktif dan ke depannya kami harapkan data ini dapat dan mudah sekali bisa diintegrasikan. Jadi, tidak membuat sulit ketika kegiatan akan dilakukan," ucap Lili.

Sementara itu, kata dia, untuk pelaksanaan aksi Stranas PK Periode 2021-2022, salah satu aksinya adalah mendorong perluasan pemanfaatan data kependudukan yang berbasis NIK untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kebijakan sektoral. Melalui aksi itu, kata dia, untuk kementerian/lembaga sebagai pelaksana aksi telah memastikan integrasi data penerima program pemerintah tersebut dapat dipastikan secara administratif.

Ia mengatakan adanya data ganda maupun data anomali dapat dihindari saat pemberian program penanganan COVID-19 dan saat kegiatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Yang kedua, dari aksi tersebut telah tercapai tingkat kepadanan NIK sekitar 82 persen untuk data terpadu kesejahteraan dan 100 persen untuk data penerima bantuan dan ini sudah dipastikan terverifikasi dengan data kependudukan yang ada," ungkap Lili.

Selanjutnya melalui aksi itu, penggunaan NIK dapat digunakan sebagai syarat untuk pemberian Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) dan basis data pelaksanaan vaksin. "Jadi memang bagaimana data ini menjadi sangat penting dengan menggunakan NIK yang ada," kata Lili.

Ia mengharapkan nantinya interoperabilitas data nasional secara sistem teknologi informasi bisa terwujud. "Diharapkan dukcapil bisa berbagi data untuk validitas NIK penerima bantuan sosial beserta dengan perubahannya dan Kementerian Sosial bisa berbagi data peserta program bantuan sosial. Kementerian dan lembaga pengelola bantuan sosial bisa memanfaatkan data tersebut," ujarnya.

Karena itu, kata dia, diharapkan nantinya dipastikan semua program bansos akan semakin efisien, efektif, transparan, akuntabel, dan diterima orang yang tepat. "Untuk mencapai semua ini dibutuhkan kerja sama, dibutuhkan sinergitas yang baik dan adanya partisipasi. Tentu kami harapkan adanya kolaborasi antarkementerian dan lembaga sebagai pengelola bantuan sosial, khususnya pemutakhiran data dengan berbagai data. Jadi, data balikkan dengan sumber data utama agar posisi data selalu ter-update dan siap setiap saat manakala dibutuhkan," kata Lili.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement