Senin 16 Aug 2021 08:37 WIB

Alhamdulillah Bonus Atlet Melimpah

Bonus besar untuk atlet berprestasi adalah wajar.

Presiden RI Joko Widodo berjalan bersama dengan atlet peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 Greysia Polii (kanan) dan Apriyani Rahayu (kriri) saat menerima tim Indonesia pada Olimpiade Tokyo 2020, di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/8).
Foto: ANTARA FOTO/HO-Setpres-Muchlis/hp.
Presiden RI Joko Widodo berjalan bersama dengan atlet peraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 Greysia Polii (kanan) dan Apriyani Rahayu (kriri) saat menerima tim Indonesia pada Olimpiade Tokyo 2020, di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/8).

Oleh : Fitriyanto/Jurnalis Olahraga Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah sukses mempersembahkan satu-satunya medali emas bagi Indonesia di Olimpiade 2020 Tokyo, pasangan ganda putri Greysia Polii dan Apriyani Rahayu langsung kebanjiran bonus. Banyak pihak yang memberikan penghargaan berupa bonus kepada ganda putri asal klub Jaya Raya Jakarta ini.

Bonus paling besar tentu saja dari pemerintah pusat. Tak main-main, Rp 5,5 miliar untuk masing-masing atlet peraih emas olimpiade itu diserahkan langsung orang nomor satu di Indonesia, Presiden Joko Widodo di Istana Bogor.

Tidak seperti hadiah sebuah kejuaraan yang biasanya bonus dipotong pajak. Bonus medali Olimpiade ini pajaknya tidak dibebankan kepada penerima, melainkan akan ditanggung pemerintah. Uang sebesar Rp 5,5 miliar itu akan ditransfer langsung ke rekening tabungan atlet.

Tidak hanya dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi asal atlet tersebut juga dikabarkan akan memberikan bonus dalam bentuk tanah, rumah, bahkan hewan ternak. Pun dengan klub asal atlet, Jaya Raya yang masing-masing memberikan satu unit rumah beserta isinya seharga Rp 3,3 miliar.

 

Rumah mewah di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, satu unit apartemen di Serpong, uang tunai, dan banyak bonus lainnya dari berbagai pihak siap digelontarkan. Yang terbaru adalah bonus dari Pemerintah DKI Jakarta yang memberikan uang 800 juta, serta mengabadikan nama Greysia/Apriyani menjadi salah satu gedung di Pusat Pelatihan Olahraga Pelajar (PPOP) Ragunan Jakarta.

Penamaan Sasana Emas Greysia/Apriyani dalam sebuah PPOP selain memberikan penghormatan kepada para pahlawan olahraga, tentu juga memiliki harapan agar para atlet muda yang sedang digodok di PPOP terpacu semangatnya dan dapat mengikuti jejak seniornya. Para darah muda itu diharapkan juga bisa mencetak prestasi tertinggi di pentas Olimpiade.

Bonus melimpah yang diterima atlet setelah berhasil meraih prestasi tertinggi adalah hal wajar. Di negara lain pun ada pemberian bonus. Walaupun jumlah dan bentuknya berbeda-beda. Ini lantaran atlet memang sudah mengorbankan kehidupan masa kecil dan remaja untuk fokus berlatih sepanjang hari.

Sudah sedari kecil, calon atlet ini harus berpisah dengan keluarga. Apriyani misalnya. Saat usia masih belasan tahun harus meninggalkan keluarganya di Konawe, Sulawesi Tenggara, demi mencapai impiannya. Saat remaja lain asyik nongkrong di kafe atau sekadar jalan-jalan ke pusat belanja yang berpendingin udara, atlet remaja ini justru tengah berpeluh, bahkan bercucuran keringat meningkatkan kekuatan fisik dan teknik.

Jadi sekali lagi bonus besar untuk atlet berprestasi adalah wajar setelah melihat perjuangan mereka, baik saat latihan maupun pertandingan. Namun yang juga harus menjadi perhatian adalah adanya bimbingan untuk atlet bagaimana mengelola bonus tersebut. Sehingga saat pensiun nanti kita tak lagi mendengar kabar mantan atlet yang harus menjual medali demi menyambung kehidupannya.

Hal ini pernah menjadi perhatian dari Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Saya pernah mengikuti acara yang digelar KOI atas dukungan dari International Olympic Committee (IOC) yang memberikan bimbingan kepada atlet dalam mempersiapkan masa pensiunnya. Maklum, usia emas atlet memang tidak lama. Jika profesi lain bisa sampai usia 60 tahun baru pensiun, bagi atlet bisa bersaing di usia 40 tahun saja sudah sangat baik.

Dengan bimbingan itu, banyak atlet kini yang sudah sadar akan pentingnya investasi atau usaha yang sudah dirintis sejak masih berada di masa emas. Itu semua dilakukan untuk mempersiapkan masa tua. Karena bonus sebesar apapun kalau tidak bisa dikelola dengan baik, bisa jadi akan habis tidak jelas ke mana. Ujung-ujungnya masa tua mantan atlet akan sengsara.

Kita tentu juga berharap, dengan melimpahnya bonus yang diterima atlet, orang tua tidak lagi melarang anak-anaknya yang ingin menjadi atlet. Karena jika serius menekuninya profesi apapun, termasuk atlet, itu bisa menjadi sumber penghidupan yang layak bahkan lebih untuk keluarganya.

Sudah bukan rahasia umum, di Indonesia, khususnya dari keluarga "berada" masih menganggap masa depan atlet tidaklah cerah. Sehingga mereka tidak mengizinkan anaknya menjalani profesi sebagai atlet.

Tapi, setelah melihat pencapaian Greysia/Apriyani, kini tak ada salahnya bangga dan mendukung jika anak-anak kita bercita-cita menjadi seorang atlet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement