Rabu 11 Aug 2021 17:01 WIB

Maarif  Institute Gelar Workshop Lintas Agama

Workshop bertujuan mempromosikan toleransi dan pencegahan ekstremisme kekerasan.

Maarif  Institute bekerja  sama dengan P3M, menyelenggarakan Workshop Lintas Agama yang diikuti oleh para peserta dari organisasi lintas agama di lima kota, Senin (9/8).
Foto: Dok Maarif Institute
Maarif Institute bekerja sama dengan P3M, menyelenggarakan Workshop Lintas Agama yang diikuti oleh para peserta dari organisasi lintas agama di lima kota, Senin (9/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maarif  Institute bekerja  sama dengan P3M, menyelenggarakan Workshop Lintas Agama; Penguatan Kolaborasi Lintas Agama Untuk Mempromosikan Toleransi Dan Pencegahan Ekstremisme Kekerasan. Kegiatan yang dilakukan melalui webinar ini dilaksanakan pada Senin (9/8) 09 dengan menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Prof  Dr  Siti Ruhaini Dzuhayatin (UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta), dan Erin Gayatri (Srikandi Lintas Iman). Acara ini dimoderatori oleh Hijroatul Maghfiroh dari P3M. 

Abd  Rohim Ghazali, direktur eksekutif Maarif Institute, dalam pengantarnya mengatakan bahwa kegiatan workshop Lintas Agama ini amat sangat bermanfaat bagi para peserta, untuk meningkatkan toleransi, saling menghormati/menghargai, memperkuat kerja  sama baik intern maupun antarumat beragama, guna memelihara kerukunan beragama,  sehingga mampu hidup bersama dalam keberagaman menuju kehidupan yang damai.

“Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intra dan antarumat beragama merupaka sebuah keniscayaan,”  jelas Rohim seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Dalam paparannya, Ruhaini, mengatakan bahwa moderasi beragama menjadi bagian tak terpisahkan dari revolusi mental dan pembangunan kebudayaan. Menurutnya, konsep manusia moderat memiliki pandangan keyakinan yang egaliter, bertindak inklusif, serta berkehendak responsif afirmatif yang terbuka untuk berbagi di ruang publik.

“Dalam konteks kemajemukan di alam demokrasi, perbedaan keyakinan menjadi niscaya selama keadilan, kemakmuran dan jaminan perlindungan terhadap pelaksanaan ibadah dan aktivitas keagamaan terpenuhi.  Kesetaraan  pendidikan  dan  keterbukaan informasi  keagamaan  telah  mendewasakan  umat  Islam  dalam  melaksanakan kewajiban  agama  tanpa  tergantung  sepenuhnya  pada  pemimpin.  Kalaupun kepemimpinan  agama  masih  diperlukan,  keberadaan  organisasi  keagamaan seperti Muhammadiyah dan NU dapat menjadi rujukan,”  terang Ruhaini.

 Sementara Gayatri, dari Srikandi Lintas Iman, mengatakan bahwa toleransi adalah sikap mau menerima dan menghargai segala perbedaan. “Dalam toleransi beragama, dapat kita lakukan dengan cara saling menghargai antar penganut agama lain. Yang dapat kita lakukan yaitu saling menjaga silaturahim  dan saling berkomunikasi antarumat beragama agar tidak saling curiga satu sama lain. Dengan demikian, cita-cita luhur bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang aman dan damai dapat sama-sama kita wujudkan,” ujarnya.

Workshop ini secara khusus didesain untuk memperkuat kapasitas tokoh agama dan kepemudaan di lingkungan organisasi dan aktivis lintas agama agar menjadi penangkal tumbuhnya ekstremisme atas nama agama, politik, ras atau apa saja yang didasari perbedaan. Kegiatan ini dilakukan secara online, dan  diikuti oleh 50 orang peserta dari organisasi lintas agama di lima kota (Bandung, Bogor, Malang, Makassar dan Surakarta).

Mereka terdiri dari GP Anshor, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Fatayat, Pemuda Kristen, Pemuda Katholik, Pemuda Hindhu, Pemuda Budha, Pemuda Konghuchu, dan Interfaith institutions/organizations/communities. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement