REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polusi udara ternyata punya dampak buruk bagi kesehatan mental. Berbagai studi terbaru menyebutkan, polusi udara yang dihasilkan dari bahan bakar minyak yang tak ramah lingkungan, rendah oktan, punya dampak buruk seperti menyebabkan depresi berat, gangguan kepribadian, hingga skizofrenia.
Misalnya, Studi Afif Khan dan studi Susanna Roberts dkk, berjudul "Exploration of NO2 dan PM2.5 air pollution and mental health problems using high-resolution data in London-based children from UK longitudinal cohort study", yang dipublikasikan pada Agustus 2019 menemukan hubungan erat polusi lingkungan dengan peningkatan risiko gangguan kejiwaan. Studi tersebut menganalisis dua dataset 151 juta individu yang terdapat pada dataset klaim asuransi dan kesehatan dari 1,4 juta penduduk yang tercatat dalam daftar perawatan nasional.
Paparan polusi udara tersebut mereka rangkum dalam tujuh tingkatan, Q1 untuk kualitas udara yang paling bersih dan Q7 mewakili kualitas udara terburuk. Ternyata hasilnya jumlah gangguan kejiwaan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan paparan polusi udara.
Misal, pada kasus skizofrenia mencatat peningkatan kasus sebesar 148 persen pada daerah dengan kualitas udara yang paling buruk (Q7) jika dibandingkan dengan daerah yang memiliki kualitas udara terbaik (Q1). Sedangkan gangguan bipolar meningkat 29,4 persen dan 24,3 persen pada kategori Q6 dan Q7 jika dibandingkan dengan Q1.
Hubungan yang paling kuat adalah antara polusi udara dengan gangguan kepribadian, menunjukkan peningkatan kejadian sebanyak 162 persen. Sedangkan untuk kasus depresi berat, mengalami peningkatan 50,5 persen pada daerah dengan polusi udara tertinggi.
Dalam riset tersebut, ada enam polutan udara yang menjadi masalah di Amerika Serikat dan Denmark yaitu CO, NO2, O3, PM10, PM2.5, dan SO2. Dari riset tersebut, para ahli menemukan bahwa anak-anak berusia 12 tahun yang hidup di lingkungan berpolusi tiga sampai empat kali lebih mungkin mengalami depresi berat saat mereka berumur 18 tahun.
Karena itu, langkah pemerintah mendorong program langit biru, yakni mendorong BBM ramah lingkungan perlu didukung. Caranya, dengan dengan mengurangi distribusi dan penjualan jenis BBM yang tidak ramah lingkungan, yaitu BBM beroktan rendah.
"Karena bagaimana pun itu (BBM ramah lingkungan) membuat lingkungan lebih sehat dan nyaman bagi masyarakat," kata ketua harian Yayasan Lembabaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi ketika dihubungi wartawan, Selasa (4/5).
Apalagi, kata Tulus, penghapusan BBM tidak ramah lingkungan seperti premium sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon. Namun, upaya itu bila tak didukung maka sulit tercapai.
"Pengurangan emisi karbon akan sulit tercapai jika masyarakat masih dominan menggunakan BBM yang tidak ramah lingkungan," ujarnya.