Selasa 15 Sep 2020 06:18 WIB

Benarkah Negara Teluk tak Lagi Berpihak ke Rakyat Palestina?

Bukankah penderitaan rakyat Palestina merupakan penderitaan umat Islam sedunia?

Bendera Palestina (Ilustrasi)
Foto:

Di surat kabar Times of Israel, disampaikan menteri luar negeri Bahrain, "Dalam sejarah politik terakhir, tantangan paling berbahaya kita hadapi adalah Iran". Bahkan menurut dia, Iran ancaman besar bagi Timur Tengah dibandingkan Israel dan masalah Palestina.

Selain merespons Iran, pasca-Musim Semi Arab, ketakutan terhadap potensi jaringan Ikhwanul Muslimin naik ke tampuk kekuasaan di negara besar Timur Tengah, seperti Mesir, Libya, dan Tunis melahirkan aliansi baru yang dipimpin Saudi dan Mesir. Kekuatan baru kelompok Islam politik yang disokong Turki juga menjadi alasan negara anggota Gulf Cooperation Council (GCC) dan Israel untuk lebih sejalan. Selain sektarian, Bahrain memperhitungkan aspek lain, yaitu ekonomi.

Di wilayah yang bergejolak secara politik dan tidak stabil secara ekonomi ini, Bahrain meng alami masa sulit. Dalam beberapa ta hun terakhir, Bahrain di-bail out dengan paket stimulus 10 miliar dolar AS, yang dikirim bertahap oleh Saudi, UEA, dan Kuwait.

Kalau ditarik ke belakang, sebelum menormalisasi hubungan dengan Israel, Bahrain negara paling antusias di kawasan Teluk yang akan melakukan normali sasi setelah UEA. Banyak yang memperkirakan, itu dilakukan beberapa saat setelah kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan sebelum pemilu AS pada November. Karena itu, keinginan Bahrain berhubungan diplomatik dengan Israel tidak lepas dari peran AS.

Di sisi lain, faktor utama normalisasi Teluk-Israel adalah poros aliansi UEA-Saudi yang terbangun melalui penguasa de facto kedua negara, yaitu Mohammed bin Zayed dan Mohammed bin Salman. Langkah Bahrain tak dapat dipisahkan dari poros UEA-Saudi. Bahrain berhitung, normalisasi menguntungkan secara politik dan ekonomi daripada netral atau pro ke kubu lainnya.

Pada kenyataannya, terbentuk pola hubungan baru antara negara Teluk-Israel dengan berbagai motif. Namun, tidak jelas bagaimana penguasa Teluk mengatasi risiko yang muncul dengan kedekatannya dengan Israel.

Harus menjadi catatan penting bagi aliansi ini, opini publik tidak bisa dipisahkan dari keprihatinan terhadap nasib bangsa Palestina. Persoalan Israel-Palestina yang dipahami khalayak adalah persoalan kema nusiaan, kedaulatan, dan hak asasi manusia. Jangan sampai karena pragmatisme sektarian, ekonomi, dan politik lalu melupakan perannya membebaskan rakyat Palestina dari penderitaan dan penindasan hak-haknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement