Kamis 20 Aug 2020 09:53 WIB

Nggak Ada Gunanya Jerinx Dipenjara

Mungkin lebih cocok Jerinx dijadikan relawan di RS Rujukan Covid-19

Gita Amanda, wartawan Republika
Foto: Dokumen pribadi
Gita Amanda, wartawan Republika

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*

Sekitar akhir 2013, saya kali pertama bertemu pria bernama lengkap I Gede Astina itu. Waktu itu, band yang digawanginya, Superman Is Dead (SID), baru meluncurkan album bertajuk 'Sunset di Tanah Anarki'. Saya mewawancarainya di kantor Sony Music Indonesia tempat SID bernaung kala itu.

Kesan saya saat bertemu, memang Jerinx yang tampak paling angkuh dari dua temannya yang lain, Eka Rock sang Bassis maupun Bobby Kool si Vokalis sekaligus Gitaris. Hanya saja, memang begitu perawakan dan gaya Jerinx. Dia cukup ramah menjawab sejumlah pertanyaan wartawan, bahkan ia yang mendominasi menjawab pertanyaan-pertanyaan kami, ya tentu dengan gayanya.

Itu sekilas ingatan saya soal sosok Jerinx. Lalu saya sempat beberapa kali juga datang menyaksikan aksi SID manggung. Saya memang suka lagu-lagu yang dibawakan SID bahkan sejak album pertamanya, Kuta Rock City. Terlepas dari sosok Jerinx yang kelihatan angkuh itu, menurut saya lagu-lagu SID memuat lirik-lirik menarik yang sarat kritikan musiknya yang menghentak juga enak didengar dan membangkitkan semangat.

Jerinx makin mencolok saat dia dengan keras menggaungkan penolakan akan reklamasi Teluk Benoa di Bali. Aksi turun ke jalan sampai mogok manggung pernah dilakukan Jerinx dan bandnya atas penolakan reklamasi Teluk Benoa, yang dinilainya merugikan rakyat Bali.

Sejak itu, Jerinx makin keras bersuara. Tentu dengan gayanya. Saat DPR mengeluarkan Rancangan Undang Undang (RUU) Permusikan, Jerinx juga jadi salah satu musisi yang teriak kencang. Bahkan ia sampai ribut dengan Musisi Anang Hermansyah yang kala itu masih menjabat sebagai anggota DPR.

Memasuki pertengahan 2020, Jerinx lagi-lagi berulah. Kali ini ia menyuarakan penolakan soal pandemi Covid-19 yang melanda Indoesia dan seluruh belahan dunia. Jerinx keukeuh, Covid-19 merupakan agenda konspirasi global yang sengaja diciptakan.

Dia berkoar untuk menentang semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Jerinx menolak imbauan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ia menolak menggunakan masker di tempat umum. Terakhir ia mengolok Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan menyebut ikatan dokter terbesar di Indonesia itu sebagai kacung World Health Organisation (WHO), yang dianggap Jerinx ada di balik semua konspirasi per-Covid-an ini.

Jujur saya juga termasuk yang kesal dengan orang-orang macam Jerinx ini, kalau urusannya dengan Covid-19. Mereka-mereka yang selalu meributkan Covid-19 bagian dari konspirasi, tapi tak punya solusi untuk meredamnya.

Tentu aksi Jerinx membuat gerah banyak pihak. Ulahnya itu akhirnya jadi sandungan sendiri untuk musisi 43 tahun itu. Karena akhirnya IDI mengajukan laporan atas kicauan Jerinx. Ia dijerat UU ITE atas kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Semudah itu pula ia ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Ia pun kini mendekam ditahanan Polda Bali.

Meski banyak yang bersyukur atas penangkapannya tak sedikit pula yang memberi dukungan pada suami Nora Alexandra itu. Petisi Save Jerinx pun mengemuka dan ditandatangani sedikitnya 90 ribu orang. 

Aksi atau kicauan Jerinx selama ini, terutama soal pemikirannya terkait Covid-19 memang sulit dibenarkan. Namun, memenjarakannya semudah itu rasanya kurang berfaedah. Jika itu dilakukan untuk membuatnya jera, mungkin jawabannya bisa iya bisa tidak. Karena dengan apa yang terjadi saat ini, adanya dukungan-dukungan untuknya malah jadi ''membesarkan kepala'' Jerinx alih-alih membuatnya jera.

Apalagi proses hukum penangkapan dan penahanan Jerinx dilakukan cepat sekali. Bahkan banyak yang membandingkan lebih sulitnya polisi memenjarakan koruptor besar macam Djoko Tjandra ketimbang musisi ''kritis'' macam Jerinx.

Buat saya, ketimbang polisi memenjarakannya atau memerlakukannya layaknya seorang ''pahlawan'' penuh kritik ini, lebih baik Jerinx diberi sanksi sosial. Selama ini kan Drummer SID itu kerap sesumbar berani menjadi relawan di Wisma Atlet. Tak takut untuk datang ke rumah sakit-rumah sakit rujukan Covid-19. Ya sudah kabulkan saja.

Terbangkan dia ke Jakarta. Minta dia menjadi relawan membantu para tenaga medis di Wisma Atlet atau di rumah sakit rujukan lainnya. Suruh ia menggunakan APD selama delapan jam tanpa dibuka, menahan pipis hingga buang air besar, menahan kantuk dan lelah karena banyaknya pasien yang datang. Menahan diri tak bertemu keluarga. Minta ia lakukan itu selama ''masa hukuman''-nya.

Mungkin, dari sana ia akan berubah pikiran. Mungkin sanksi semacam itu akan lebih mengena untuknya. Jika pun tidak, paling nggak rasa empatinya mungkin akan terbangun melihat mereka-mereka yang berjuang melawan pandemi ini. Itupun jika masih tersisa rasa empati dalam dirinya.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement