REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Uji Sukma Medianti
Soni Sasongko sedang mencoret-coret kertas di tangannya dengan stabilo merah muda. Rupanya, ia tengah galau menghitung pesanan kursi yang hendak dibeli oleh penumpang. Soni adalah Manager Operasional Perusahaan Otobus (PO) Ranau Indah. Sebuah perusahaan penyedia jasa transportasi ke Pulau Sumatra.
Meski pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah dilonggarkan, namun nyatanya kegiatan ekonomi di Terminal Induk Bekasi, Jawa Barat, belum menunjukkan tanda-tanda sudah pulih.
Sesekali Soni mengeluhkan kondisi keterisian bus yang amat minim. Maklum saja, cash flow perusahaan sedang berdarah-darah dihantam pandemi Covid-19. “Kalau dibilang kolaps sebetulnya mah ini dah kolaps,” kata Soni saat ditemui Republika di Terminal Bekasi, Rabu (29/7).
Dia menuturkan, sejak diberlakukannya PSBB di Jabodetabek, tak ada pemasukan bagi perusahaan PO yang baru berjalan empat tahunan ini. Sejatinya, Soni berharap momen Hari Raya Idul Adha yang diperingati pada 31 Juli, bisa menjadi perbaikan bagi 'dompet' perusahaan. Namun, hal itu hanya menjadi angan-angan belaka.
“Kita sih berharap, tapi kenyataannya ga ada. Waktu Idul Fitri ga sama sekali, Idul Adha bisa tapi dibatasin,” jelas Soni merasa pusing.
Soni bercerita, kondisi PO Ranau Indah saat ini menggunakan strategi tambal sulam atau subsidi. Sehingga, bus yang keterisiannya cukup untuk balik modal digunakan untuk mensubsidi armada lain yang kapasitasnya kurang atau melebihi biaya operasionalnya.
Belum cukup sampai di situ. Soni menjelaskan, tak jarang pendapatan perusahaannya sampai minus. Namun, hal itu masih lebih baik daripada tak ada perputaran uang sama sekali. "Ini aja masih tekor, kalau penumpangnya gak ada.”
Soni mengakui, kesulitan ini bisa jadi karena ada dua faktor Pertama, anjuran dari pemerintah yang mewajibkan protokol kesehatan untuk setiap perjalanan. Hal ini mewajibkan perusahaan penyedia jasa untuk melakukan jaga jarak fisik. Akibatnya, pihaknya hanya bisa menarik penumpang setengah dari kapasitas dari yang tadinya 48 kursi menjadi maksimal hanya 24 kursi.
Dia menerima dengan lapang dada aturan tersebut. Tapi, pada kenyataannya penumpang yang diangkut maksimal hanya mencapai 15 orang saja. "Biasanya dua bus, dengan jumlah penumpang 10-15 orang doang. Karena menjelang Idul Adha, pesanan saja baru 16 orang buat besok, regulernya tujuh orang ini pun belum tentu jadi,” tutur Soni.