Senin 27 Jul 2020 23:47 WIB

RI Berpotensi Resesi, Pemerintah Wajib Genjot Konsumsi

Potensi resesi sudah terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang diraih pada kuartal I.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Resesi ekonomi. Potensi resesi sudah terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang diraih pada kuartal I
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Resesi ekonomi. Potensi resesi sudah terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang diraih pada kuartal I

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan, pemerintah perlu terus menggerakkan konsumsi untuk menghindarkan Indonesia dari resesi. Potensi Indonesia terkena resesi sendiri sudah terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang diraih pada kuartal I 2020 lalu. 

Pasalnya, kata dia, jika menilik ke belakang, dua kuartal di tahun 2020 ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan. Kontraksi terjadi pada kuartal I 2020 di level 2,97 persen, terkoreksi tajam sebesar 2 persen jika dibandingkan dengan kuartal IV tahun 2019. 

Baca Juga

Adapun kata dia, kuartal Ii tahun 2020 berpotensi di level minus 4,3 persen. "Jika pada kuartal selanjutnya, kita masih mengalami tren yang serupa, tentu dapat dipastikan resesi benar-benar ada di depan mata. Walaupun demikian, kondisi ini juga terjadi secara global bahkan hingga ke negara yang menjadi mitra dagang strategis bagi Indonesia seperti Singapura dan juga Korea Selatan," katanya dalam keterangan resmi CIPS, Senin (27/7).

Untuk itu, kata dia, pemerintah saat ini perlu mendorong beragam upaya untuk mendongkrak kembali perekonomian dan menghindari terjerumus ke jurang resesi.

“Melihat perkembangan perekonomian saat ini memang betul, konsumsi perlu terus digerakkan setidaknya untuk meminimalisir dampak dari peluang resesi yang ada. Salah satu stimulusnya adalah dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat yang tergolong rentan," ucapnya. 

Peningkatan angka itu menggambarkan kelas menengah bawah yang terdampak oleh disrupsi ekonomi selama pandemi dan pada akhirnya masuk kelompok miskin. Dengan melihat kondisi tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa dari 115 juta orang atau sekitar 30 juta rumah tangga kelas menengah kebawah yang ada di Indonesia akan menjadi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi, termasuk dalam hal konsumsi. Karena itu sangat beralasan jika pemerintah berniat memberikan bantuan kepada mereka juga.

Pingkan meminta pemerintah memperjelas ketentuan kelas menengah yang dimaksudkan seperti apa, mekanisme pendataan penerimanya bagaimana dan juga tahapan pelaporan jika terjadi kendala teknis/kejanggalan distribusi seperti apa untuk menghindari potensi masalah yang kerap kali dihadapi saat membagikan BLT.

Hal itu menurutnya perlu menjadi catatan pemerintah untuk segera dikomunikasikan kepada masyarakat. Pemerintah juga dikabarkan berencana untuk menyalurkan bantuan dalam bentuk transfer.

“Untuk opsi penyaluran melalui rekening ini agar cashless saya rasa cara yang baik, namun perlu diperhatikan bank mana saja yang dapat melakukannya serta harus dikomunikasikan jauh-jauh hari kepada masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir adanya korupsi maupun kendala penyaluran yang tidak terkoordinir dengan baik antara pusat dan daerah,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement