Ahad 19 Jul 2020 11:57 WIB

Sapardi: Bersastra Jangan Merasa Terjajah oleh Siapapun

Proses kreatif puisi harus lahir dari kecerdasan dan keberanian memilih kata-kata.

Sapardi Djoko Damono menandatangani buku-buku yang dibeli penggemar puisinya dalam acara 77 Tahun Sapardi Djoko Damono, Launching 7 Buku dan Nyanyian Puisi.
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Sapardi Djoko Damono menandatangani buku-buku yang dibeli penggemar puisinya dalam acara 77 Tahun Sapardi Djoko Damono, Launching 7 Buku dan Nyanyian Puisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dosen Bahasa dan Sastra Unindra, Syarifuddin Yunus termasuk salah seorang yang merasa sangat kehilangan dengan wafatnya sastrwan besar Sapardi Djoko Damono. 

Kita kehilangan sastrawan besar yang telah menabur karya puisi dengan muatan kata-kata sederhana namun bermakna tak terhingg,” kata Syarifuddin Yunus dalam pernyataan tertulis yang diterima Republika.co.id.

Syarif – panggilan akrabnya – mengatakan, ia banyak belajar dari proses krearif Sapardi.  “Pak Sapardi Joko Damono adalah sosok yang menegaskan bahwa bersastra tidak usah merasa terjajah oleh siapa pun. Tapi justru kita harus berani ber ekspresi dan mengambil nilai estetika yang bermanfaat,” ujar dosen yang juga cerpenis dan pengelola rumah baca di kawasan Gunung Salak Bogor. 

Ia menambahkan, “Dari Pak Sapardi saya belajar proses kreatif puisi harus lahir dari sebuah kecerdasan dan keberanian untuk memilih kata-kata. Hingga keindahan itu ada pada rasa.”

Sastrawan Indonesia, Prof Sapardi Djoko Damono dikabarkan meninggal dunia, Ahad (19/7) pukul 09.17 WIB. Sapardi meninggal dunia di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan. Sastrawan kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940 itu meninggalkan setumpuk karya, dari mulai sajak, puisi, hingga novel. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement