Rabu 03 Jun 2020 06:44 WIB

Haji (Batal) di Masa Pandemi

Sejarah mencatat penyelenggaraan haji di masa pandemi berubah jadi kuburan massal.

Pemerintah Indonesia memutuskan tidak memberangkatkan jamaah haji pada 2020.
Foto:

Belajar dari Sejarah Mesir adalah negara Islam pertama yang mengumumkan pembatalan haji musim pandemi. Pada akhir Maret 2020 lalu, Kementerian Wakaf Mesir tegas meminta jamaah haji warganya agar merelakan menunda niat haji tahun ini, karena anggaran negara untuk haji sepenuhnya dialihkan untuk misi kemanusiaan, penanganan Covid-19.

Sikap tegas bangsa 'Piramida' ini bukan tanpa alasan. Memori kolektif mereka niscaya mencatat dengan baik pengalaman kelam pada 1347-1348 ketika nyaris 40 persen penduduk Mesir menjadi korban wabah mematikan selama pandemi the Black Death.

 

 
Sumber-sumber Arab mengkonfirmasi bahwa ritual haji yang dilaksanakan pada masa pandemi dapat berubah menjadi 'kuburan massal'.

Sejarawan Badruddin Mahmud al-'Ayni (w. 1451) dalam karyanya, 'Iqd al-juman fi Tarikh ahl al-zaman, misalnya melaporkan penyebaran wabah di Mekkah pada musim haji 749 H/1348-1349 M yang menyebabkan sejumlah besar Jemaah haji bergelimpangan. Hal yang sama disampaikan Ibn Abi Hajalah dalam karyanya, Daf' al-niqmah fi al-salah 'ala al-Nabi (Dols 1977: 63).

Pengalaman saat pandemi Kolera abad 19 juga menunjukkan bahwa rute perjalanan ibadah haj'i ke, dan dari, Mekkah/Madinah menjadi kluster penyebaran wabah yang amat mengerikan hingga korban berjatuhan (Tagliacozzo, “Hajj in the Time of Cholera”, 2013). Pada 1865, 15.000 jemaah haji meninggal akibat Kolera. Terdekat, pada November 2009, WHO mencatat korban 17.000 Jemaah haji akibat flu A H1N1.

Laporan sebuah klinik di Makkah menyebut, 77 dari 3087 (2,5 persen) pasien positif H1N1. Saat itu, negara-negara Islam seperti: Mesir, Oman, dan Iran kompak memberi peringatan keras (Shahul H. Ebrahim dkk, Pandemic H1N1 and the 2009 Hajjj, 2009). Rentetan tragedi kemanusiaan akibat penyelenggaraan haji di masa pandemi itu banyak dicatat sejarah dengan “tinta merah”.

Marcelin Carbonell, seorang dokter berkebangsaan Prancis yang terlibat langsung dalam penanganan Jemaah haji di Hijaz awal abad 20, dalam memoarnya (2001) mengisahkan suasana mencekam akibat kerumunan Jemaah haji di saat pandemi wabah Kolera, yang diperparah dengan lingkungan yang kotor. Bangsa Indonesia sebetulnya sangat rasional. Hukum dasar haji memang wajib, tapi bisa berubah jika ada alasan lain yang masuk akal.

Pada 20 April 1946, Hadratusy Syaikh KH Hasjim Asy'ari, menyampaikan orasi Radio bahwa berangkat haji tahun itu hukumnya haram karena kemerdekaan bangsa sedang terancam direbut kembali oleh penjajah Belanda, dan perjalanannya tidak aman (Göksoy, 1998). Fatwa tegas tokoh NU ini juga menjadi pijakan Menag Fathurrahman Kafrawi untuk mengeluarkan Maklumat Kementerian Agama No. 4/1947 tentang Penghentian Ibadah Haji di Masa Perang.

Sejarah adalah cermin di mana kita bisa melihat masa lalu para pendahulu. Pembatalan keberangkatan Jamaah haji tahun ini mungkin akan dicatat sejarah sebagai hal menyedihkan, namun potret sejarah bisa saja lebih kelam ketika jamaah tetap diberangkatkan tetapi menimbulkan ribuan korban.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement