Senin 25 May 2020 06:04 WIB

Pertama Kali Sejak 2002, China Hilangkan Target Pertumbuhan

Ekonomi China mengalami kontraksi akibat virus Corona.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Cina Li Keqiang
Foto: Ng Han Guan/AP
Perdana Menteri Cina Li Keqiang

REPUBLIKA.CO.ID,  BEIJING -- China 'menghilangkan' target pertumbuhan ekonomi tahunannya untuk pertama kali. Pemerintah berkomitmen melakukan belanja lebih banyak seiring penanganan pandemi Covid-19 yang telah menghantam ekonomi kedua terbesar dunia tersebut.

Dalam penyampaian laporan kinerja pemerintah di hadapan parlemen, Jumat (22/5), Perdana Menteri Li Keqiang tidak menyebutkan target pertumbuhan domestik bruto (PDB) tahun ini. Seperti dilansir di Reuters yang diperbaharui Ahad (24/5), ini menjadi pertama kalinya China belum menetapkan target untuk PDB sejak 2002.

Ekonomi China menyusut 6,8 persen pada kuartal pertama. Hal itu menjadi kontraksi pertama dalam beberapa dekade. Wabah virus corona baru (Covid-19) yang diawali di kota Wuhan, bagian Cina tengah, menjadi penyebabnya.

Pada awal sidang parlemen, Li mengatakan, pemerintah belum menetapkan target spesifik untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini. "Khususnya karena situasi epidemi global dan situasi ekonomi serta perdagangan sangat tidak pasti dan perkembangan China menghadapi beberapa faktor yang tidak bisa diprediksi," katanya.

 

Konsumsi domestik, investasi dan ekspor China mengalami penurunan. Tekanan terhadap lapangan kerja pun meningkat secara signifikan. Di sisi lain, Li menjelaskan, risiko keuangan.

China menargetkan defisit anggaran tahun ini setidaknya berada pada level 3,6 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, 2,8 persen. Pemerintah juga menetapkan kuota pada penerbitan obligasi khusus pemerintah daerah pada level 3,75 triliun yuan (527 miliar dolar AS), naik dari 2,1 triliun yuan, menurut Li.

Obligasi pemerintah daerah dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur. Sementara itu, obligasi treasury khusus yang juga diterbitkan pemerintah akan dimanfaatkan untuk mendukung perusahaan dan daerah yang terkena dampak pandemi.

Dalam laporan Li, stimulus fiskal pemerintah yang sudah dikeluarkan sampai saat ini setara dengan 4,1 persen dari PDB Cina. Kebijakan moneter akan lebih fleksibel dengan penambahan ketersediaan pasokan uang. Selain itu, anggaran bantuan sosial juga secara signifikan lebih tinggi.

Menurut Li, Bank Rakyat Cina (PBOC) akan memandu suku bunga acuan lebih rendah. Diketahui, bank sentral telah memotong Loan Prime Rate (LPR) sebesar 46 basis poin sejak Agustus 2019. Tingkat LPR satu tahun sekarang mencapai 3,84 persen. PBOC juga memotong rasio persyaratan cadangan 10 kali sejak awal 2018, tiga kali di antaranya dilakukan tahun ini.

Perusahaan kecil dan menengah dapat menunda pembayaran pinjaman dan bunga hingga sembilan bulan mendatang atau sampai Maret 2021. "Beban pajak dan biaya yang ditanggung oleh perusahaan pun akan dipotong sampai 2,5 triliun yuan," kata Li.

Li melaporkan, China telah menetapkan target untuk menciptakan lebih dari 9 juta pekerjaan di perkotaan tahun ini. Target tersebut turun signifikan dari target minimal pada tahun lalu, yakni 11 juta, sekaligus menjadi target terendah sejak 2013.

Ekonom di Hwabao Trust, Nie Wen, mengatakan, laporan Li memproyeksikan pertumbuhan PDB melambat tajam menjadi dua sampai tiga persen pada tahun ini. Nilai tersebut turun signifikan dibandingkan realisasi tahun lalu 6,1 persen tahun lalu. "Pertumbuhan ekonomi tahun ini harus mencapai sekitar tiga persen untuk menciptakan sembilan juta pekerjaan perkotaan baru," katanya.

Menjelang Kongres Rakyat Nasional, para pemimpin terkemuka China telah berjanji meningkatkan stimulus untuk meningkatkan ekonomi di tengah kekhawatiran kehilangan pekerjaan yang dapat mengancam stabilitas sosial.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement