Senin 13 Apr 2020 07:51 WIB

Kremasi Jenazah Covid-19 Sulut Kemarahan Muslim Sri Lanka

Tiga jenazah Covid-19 di Sri Lanka dikremasi.

Rep: Zahrotul Oktaviani/Fuji Eka Permana/ Red: Ani Nursalikah
Kremasi Jenazah Covid-19 Sulut Kemarahan Muslim Sri Lanka
Foto: Republika
Kremasi Jenazah Covid-19 Sulut Kemarahan Muslim Sri Lanka

REPUBLIKA.CO.ID, SRI LANKA -- Pemerintah Sri Lanka membuat kebijakan wajib melakukan kremasi untuk kematian karena Covid-19. Keputusan ini membuat marah umat Islam

Keputusan ini diumumkan Ahad (12/4) lalu. Keputusan pemerintah tersebut mengabaikan protes dari minoritas Muslim di negara itu yang mengatakan peraturan tersebut bertentangan dengan aturan Islam.

Baca Juga

Dari tujuh kematian akibat penyakit menular sejauh ini di negara kepulauan tersebut, tiga di antaranya adalah Muslim. Jenazah-jenazah itu dikremasi oleh pihak berwenang meskipun ada protes dari kerabat.

"Mayat seseorang yang telah meninggal atau diduga meninggal karena Covid-19 akan dikremasi," ujar Menteri Kesehatan, Pavithra Wanniarachchi, dikutip di Al Arabiya, Senin (14/4).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan penanganan untuk korban meninggal Covid-19 bisa dilakukan dengan cara dikuburkan atau dikremasi. Sejauh ini, lebih dari 200 orang dinyatakan positif mengidap Covid-19 di Sri Lanka. Di lokasi tersebut telah diberlakukan peraturan jam malam sampai waktu yang tidak ditentukan.

Kebijakan kremasi juga dikritik kelompok hak asasi manusia. “Pada saat yang sulit ini, pihak berwenang harus menyatukan masyarakat dan tidak memperdalam perpecahan di antara mereka,” kata Direktur Amnesty di Asia Selatan Biraj Patnaik awal bulan ini.

Partai politik utama negara itu yang mewakili Muslim, yang meraih suara 10 persen dari 21 juta populasi nasional yang kuat, telah menuduh pemerintah mengabaikan dan tak berperasaan atas ritual keagamaan dan keinginan keluarga. Ketegangan antara Muslim dan mayoritas penduduk Sinhala memuncak pada Paskah terakhir. Para ekstremis setempat dituduh melakukan bom bunuh diri di tiga hotel dan tiga gereja yang menewaskan 279 orang.

Beberapa minggu kemudian, gerombolan Sinhala menyerang Muslim, membunuh satu dan melukai puluhan lainnya. Ratusan rumah dan kendaraan hancur dan pihak berwenang dituduh gagal menghentikan kekerasan. Selanjutnya tuduhan ini dibantah oleh Kolombo.

Gereja Katolik Roma Sri Lanka selanjutnya mengatakan memaafkan pelaku bom bunuh diri. Mereka juga menambahkan akan menawarkan cinta kepada musuh yang mencoba menghancurkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement