Senin 06 Apr 2020 04:18 WIB

Soal Data Positif Corona yang Dinilai Minim, Ini Kata IDI

Kecepatan pemerintah dalam melakukan uji tes swab masih sangat terbatas.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Teguh Firmansyah
Warga melintas di depan pintu masuk Kampung Pucang Sewu yang melakukan karantina wilayah, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (5/4/2020). Karantina wilayah tersebut dilakukan oleh warga di kampung itu guna mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)
Foto: ANTARA/Zabur Karuru
Warga melintas di depan pintu masuk Kampung Pucang Sewu yang melakukan karantina wilayah, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (5/4/2020). Karantina wilayah tersebut dilakukan oleh warga di kampung itu guna mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 kembali mencatat ada penambahan pasien terkonfirmasi Covid-19. Semula 2.092 kasus, kini bertambah menjadi 2.273 orang.

Angka ini, oleh sebagian masyarakat dianggap terlalu sedikit dan bukan angka sebenarnya. Pejabat pemerintah seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat juga menyuarakan hal sama.

Baca Juga

Menanggapi hal tersebut, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendorong agar data yang dilihat jangan berpatokan hanya pada kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19. Data Pasien Dalam Pengawasan (PDP) juga layak sebagai parameter penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia.

"IDI saat ini mendorong, data itu jangan hanya dilihat yang terkonfirmasi positif Covid-19 saja. Karena kalau berbasis yang terkonfirmasi, kecepatan kita melakukan PCR Swab itu terbatas," ujar Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (Sekjen PB IDI), Moh Adib Khumaidi, saat dihubungi Republika.co.id, Ahar (5/4).

Ia menyebut semua pihak juga harus memperhatikan data PDP dan Orang Dalam Pengawasan (ODP). Dengan begitu kalkulasi dan antisipasi dapat dilakukan secara keseluruhan.

Melihat kondisi saat ini, pola penyebaran Covid-19 sudah hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Wilayah yang bisa dikatakan tidak ada kasus tinggal dua wilayah, NTT dan Gorontalo.

Meski belum tercatat ada kasus yang terkonfirmasi positif, bukan berarti di dua wilayah itu tidak ada penyebaran pandemi global. Hal ini berdasarkan data bahwa di wilayah tersebut sudah ada masyarakat yang dirawat dengan status PDP.

"Konfirmasi positif berkaitan dengan hasil pemeriksaan. Kita tidak bisa mengatakan ada wilayah-wilayah yang saat ini bebas Covid-19. Ini kaitannya dengan kewaspadaan yang terjaga di semua wilayah," lanjutnya.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam video konferensi dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, menyebut data di lapangan jauh lebih banyak dari yang terkonfirmasi oleh Kementerian Kesehatan.

Ia menyebut ada banyak PDP meninggal dunia sebelum hasil tes Covid-19 keluar. Itu sebabnya, angka kasus di lapangan lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka yang terkonfirmasi.

Anies lantas meminta dukungan pemerintah pusat dalam memperluas cakupan rapid test (tes cepat). Kasus positif Covid-19 di Jakarta disebut terlambat diketahui karena belum ada penerapan tes cepat secara masif.

Dampaknya, penanganan terhadap orang yang tepapar Covid-19 terlambat, dan pasien telah menularkan kepada orang di sekitarnya. "Akibatnya fatal atau kita terlambat mendeteksi sehingga dia sudah menularkan kepada yang lainnya. Pertumbuhan kasus positif Covid-19 di Jakarta masih tinggi," ujarnya Kamis (2/4) lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement