Sabtu 18 Jan 2020 09:35 WIB

Tajuk Republika: Pro-Kontra Pencabutan Subsidi Gas 3 Kg

Pencabutan subsidi gas 3 kg membuat harganya melambung menjadi Rp 35-45 ribu.

Petugas melakukan aktivitas pengisian ulang gas bersubsidi 3 kg di SPBE Srengseng, Jakarta, Jumat (3/5/2019)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Petugas melakukan aktivitas pengisian ulang gas bersubsidi 3 kg di SPBE Srengseng, Jakarta, Jumat (3/5/2019)

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah berencana untuk menghentikan subsidi gas elpiji tiga kilogram (gas melon) mulai medio 2020 nanti. Itu artinya, harga gas melon yang selama ini banyak digunakan masyarakat akan melonjak di kisaran Rp 35 ribu-Rp 45 ribu karena disesuaikan dengan harga pasar. Meski begitu, pemerintah tetap berjanji akan memberi subsidi bagi masyarakat miskin yang memakai gas melon tersebut. Yakni, dilakukan dengan cara langsung ke sasaran, dengan skema menggunakan barcode yang terhubung dengan perbankan.

Rencana pemerintah ini tentu menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), misalnya, sepakat bila kebijakan subsidi gas melon di-review atau dikaji ulang, tapi bukan dicabut. Selama ini, YLKI menilai kebijakan subsidi gas melon tidak tepat sasaran.

Menurut YLKI, pemerintah tak boleh mencabut subsidi energi untuk rakyat miskin. Sebab, rumah tangga miskin memiliki hak atas subsidi energi sebagaimana diatur undang-undang. Karena itu, YLKI mendukung rencana pemerintah yang akan mendistribusikan gas elpiji bersubsidi dengan mekanisme tertutup. Hal itu agar penerima gas bersubsidi benar-benar tepat sasaran. Menurut YLKI, yang berhak atas gas melon bersubsidi adalah masyarakat tak mampu serta pelaku usaha kecil dan mikro.

Pandangan senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. Ia menilai, kebijakan pemerintah untuk menghentikan subsidi gas melon sebagai langkah yang baik. Nantinya, penyaluran subsidi hanya akan disalurkan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan, melalui skema tertutup.

Menurut dia, dengan menggunakan sistem tertutup, tidak lagi ada kebocoran untuk subsidi elpiji. "Sistem subsidi langsung ke orang jelas merupakan langkah yang tepat. Sudah tidak saatnya lagi kita subsidi ke barang,” ujar Mamit.

Namun, Anggota Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika meminta pemerintah tidak gegabah dalam mencabut subsidi gas melon. Ia menilai, wacana kebijakan tersebut perlu dikaji ulang.

"Kalau menurut saya, hal ini (subsidi) tidak bisa sekonyong-konyong diganti. Pasti akan kacau. Lebih baik pemerintah mencoba dulu mengkaji dulu, kalau perlu ada pilot project," katanya. Ia menyarankan agar pemerintah melakukan uji coba terlebih dahulu di suatu kabupaten atau kecamatan tertentu.

Terlepas dari pro dan kontra terkait kebijakan ini, pemerintah harus tetap memastikan pasokan gas melon untuk masyarakat tetap lancar. Selama ini, masyarakat sangat membutuhkan gas melon untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jangan sampai terjadi kelangkaan gas melon di masyarakat, karena tentu dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini.

Sebuah kebijakan yang akan berdampak besar bagi masyarakat tentu tak boleh dilakukan secara buru-buru. Maka itu, sebaiknya pemerintah menyosialisasikan kebijakan penghentian subsidi gas melon ini secara masif kepada masyarakat. Jelaskan kepada publik alasan-alasan yang konkret terkait kebijakan ini. Dengan sosialisasi yang baik, tentu masyarakat juga akan bisa memahami kebijakan pemerintah ini. Yang utama bagi masyarakat, gas melon tetap tersedia.

Pemerintah juga harus benar-benar memastikan masyarakat miskin dan sektor UKM yang akan mendapat subsidi gas melon nanti. Jangan sampai, kebijakan baru nanti juga berakhir dengan tidak tepat sasaran. Pastikan juga jangan sampai ada masyarakat miskin yang seharusnya mendapat hak justru tak masuk dalam daftar penerima subsidi. Pendataan yang akurat sangat dibutuhkan.

Ke depan, pengawasan juga harus dilakukan secara baik. Penegakan hukum harus dilakukan agar program subsidi ini tak disalahgunakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement