Selasa 17 Dec 2019 14:45 WIB

'Pengabdian Tebarkan Kekaguman'

Haedar dinilai tidak berhenti memberikan solusi bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Pengukuhan Guru Besar Haedar Nashir. Prof Haedar Nashir menerima ucapan selamat dari mantan Wapres Jusuf Kalla saat upacara Pengukuhan Guru Besar di Sportorium UMY, Yogyakarta, Kamis (12/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Pengukuhan Guru Besar Haedar Nashir. Prof Haedar Nashir menerima ucapan selamat dari mantan Wapres Jusuf Kalla saat upacara Pengukuhan Guru Besar di Sportorium UMY, Yogyakarta, Kamis (12/12).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKAKARTA -- Haedar Nashir resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Pengabdian Haedar tidak cuma menjadi inspirasi kader-kader, tapi mengundang kekaguman tokoh-tokoh bangsa.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusut Kalla, misalnya, memuji pidato pengukuhan yang dibawakan Haedar Nashir. Pidato sendiri berjudul Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologi.

Ia menilai, pidato itu mengangkat bahasan yang sangat relevan untuk Indonesia hari ini dan sangat penting dipahami masyarakat Indonesia. Kalla berpendapat, tingkat pengetahuan Haedar memang telah teruji.

"Harapannya, pengabdian akan lebih baik dan besar kepada kita semua bangsa Indonesia," kata Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 tersebut, di Sportorium UMY, Kamis (12/12).

Menteri Agama, Fachrul Razi melihat, Haedar memiliki semangat besar untuk meningkatkan identitas keislaman dan nasionalisme. Yang mana, ia merasa, Haedar menekankan betul kalau keduanya satu kesatuan.

Fachrul berpendapat, pidato pengukuhannya menegaskan jika masyarakat tidak bisa melihat kebangsaan tanpa melihat keislaman. Begitu sebaliknya, tidak bisa kita melihat keislaman tanpa melihat kebangsaan.

"Jadi, meningkatkan identitas keislaman dan nasional atau bangsa yang merupakan satu keutuhan," ujar Fachrul.

Senada, Buya Syafii Maarif merasa pendekatan yang digunakan Haedar Nashir sangat berimbang. Khususnya, ketika melihat radikalisme yang istilahnya sendiri banyak disalahpahami masyarakat.

"Jadi, radikalisme itu bukan dalam arti yang sempit, di mana-mana itu ada, tapi segala bentuk radikalisme yang negatif itu harus ditiadakan, dari manapun datangnya," kata Buya.

Rektor UMY, Gunawan Budiyanto menambahkan, sosok Haedar Nashir selama ini telah memberikan contoh yang baik dan teladan yang tepat. Tidak cuma untuk penerus-penerusnya, tapi bagi rekan-rekan sesama dosen.

"Dan ini merupakan sebuah contoh konkrit bagaimana berjuang di Muhammadiyah, dan tidak mencari kehidupan dari Muhammadiyah," ujar Gunawan.

Ketua Senat UMY, Prof Heru Kurnianto Tjahjono, memuji sosok Haedar yang selalu memberi kesejukan. Terlebih, Haedar dinilai tidak berhenti memberikan solusi bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

"Tetaplah sebagai embun yang ditampakkan di depan dan penuh kesejukan," kata Heru.

Dirjen Sumber Daya Iptek-Dikti Kementerian Ristek-Dikti, Prof Ali Ghufron Mukti, turut memuji pidato pengukuhan Haedar Nashir yang dirasa luar biasa. Ia merasa, itu memberi satu konsepsi moderasi Indonesia.

Yang mana, kata Ali Ghufron beberapa waktu lalu di awal tahun ini NU dan Muhamadiyah sebetulnya diusulkan menerima Nobel. Hal ini turut diusulkan tokoh-tokoh dan akademisi-akademisi internasional.

"Kalau ini konsep bisa diteruskan dan nanti jadi kebijakan luar biasa," ujar Ali Gufron.

Mewakili PP Muhammadiyah, Dahlan Rais menambahkan, Haedar sosok yang memberikan tenaga, pikiran, dan gagasan untuk Muhammadiyah. Karenanya, Muhammadiyah berbangga kader terbaiknya didaulat sebagai guru besar.

Bahkan, Dahlan mengaku kerap khawatir kepada Haedar Nashir yang dengan segala kesibukan mampu menyelesaikan pengabdian dengan baik. Bahkan, Haedar disebut tidak pernah lupa menulis di tiap sela-sela kesibukan.

"Ini menjadi contoh bagi warga Muhammadiyah untuk gigih menuntut ilmu," kata Dahlan.

Pengukuhan Haedar Nashir turut dihadiri tokoh-tokoh lain. Ada anggota Wantimpres Prof Malik Fadjar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Menko PMK Prof Muhadjir Effendy, dan Mensesneg Prof Pratikno.

Lalu, mantan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, mantan Menteri PAN dan RB Asman Abnur, mantan Menteri Perikanan Susi Pujiastuti, Ketua Nasdem Zulfan Lindan, dan Sekjen Perindo Ahmad Rofiq.

Dari PP Muhammadiyah, ada Siti Noordjannah Djohantini, Syafiq Mughni, Busyro Muqoddas, Dadang Kahmad, Goodwill Zubir, Agus Taufiqurrahman, Abdul Mu'ti, Agung Danarto, Suyatno, dan Marpuji Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement