REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lahan gambut yang kering sangat dimungkinkan terbakar. Oleh karena itu, guru besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Azwar Maas mengatakan, yang bisa menghentikannya hanyalah hujan dan kondisi lahan gambut itu sendiri.
Menurut dia, selama di lahan tersebut masih ada tanaman yang bisa tumbuh, maka dipastikan lahan itu tidak terlalu kering. Sehingga dalam prosesnya akan sulit dibakar, berbeda halnya dengan lahan gambut yang kering.
"Yang penting itu lahan gambut (harus) yang berkubang, bukan gambut kering," Ujar dia dalam diskusi di BNPB, Jakarta, Rabu (2/10).
Dia memaparkan, gambut pada dasarnya memiliki kubah yang mempunyai simpanan air yang besar. Namun demikian sambung dia, pada saat kebakaran gambut seperti sekarang ini, jarak vertikal kubah tidak sampai 20 meter. Sebaliknya, dia mengatakan, jarak horizontal kubah ke sungai bisa saja lebih dari 40 km.
“Jadi kalau tidak ingin kebakaran lagi, maka harus punya cadangan air, dan cadangan air itu ada di kubah," Kata dia.
Lebih lanjut dia menuturkan, untuk menjaga cadangan air tersebut, areal kubah harus dikembalikan fungsinya secara alami, yaitu sebagai penyimpanan air. Sebab, menurut dia, jika lahan gambut di atas permukaan kering makan akan mudah terbakar, lebih jauh juga akan membuat bagian di bawah tanah lebih panas dan menghasilkan asap.
“Jadi intinya, kembalikan fungsi kubahnya. Setelah kubah diselamatkan, di bawah kubah jangan ada saluran yang langsung terhubung ke sungai, biarkan airnya mengalir saja,” ungkap dia.
Dia menekankan agar setiap pemangku kepentingan bisa bekerja sama untuk mencegah kekeringan. Terutama pembakaran lahan oleh pihak tertentu.