Sabtu 28 Sep 2019 06:12 WIB

Kemenangan di Atas Kursi Roda

Duduk di kursi roda dipandang tidak berdaya.

Nora Azizah
Foto: istimewa
Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nora Azizah*

Nama Romi Syofpa Ismael masih hangat di telinga. Dokter gigi yang mengabdi di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) ini sempat menghebohkan tanah air terkait statusnya sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Solok Selatan.

Perempuan ini dinyatakan lolos seleksi. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok Selatan secara tiba-tiba mencabut statusnya. Ada apa?

Ya, Romi terpinggirkan karena ia duduk di kursi roda. Pejabat setempat beralasan kondisi fisiknya tidak memenuhi syarat kelulusan.

Cacat fisik. Itulah 'label' yang diberikan pada Romi. Padahal, seluruh syarat kelulusan sudah ia dapatkan. Tes kesehatan, baik fisik dan rohani, juga mencatat Romi dalam kondisi baik-baik saja.

Romi menangis. Namun, apa dia tinggal diam? Tidak. Di atas kursi rodanya, ia mencari keadilan. Meski tak punya modal di ranah hukum Romi pantang putus asa.

Gayung bersambut. Romi digandeng jiwa-jiwa baik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Bersama orang-orang yang tak memandangnya sebelah mata, Romi seolah mendapat titik terang memperjuangkan keadilan.

Namun ia sadar bahwa perjalanan ini akan cukup panjang. Belum lagi ketika ia yang bukan siapa-siapa akan berhadapan dengan para petinggi negara. Dukungan dari orang-orang terdekat membuatnya tetap bertahan.

Saat kasusnya mulai mencuat di media massa, nama Romi selalu jadi sorotan. Dukungan positif datang dari banyak penjuru menyuarakan keadilan untuknya. Bahkan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) tak segan menyurati Presiden Joko Widodo demi mengembalikan hak Romi sebagai CPNS.

Siapa sangka, perjuangan Romi tidak sia-sia. Romi berhasil menang. Dari atas kursi rodanya ia mampu melawan ketidakadilan. Diskriminasi 'si cacat tak berguna' mampu ia patahkan.

Sejak akhir Agustus lalu, status Romi sebagai CPNS Kabupaten Solok Selatan dipulihkan. Ia kembali mengemban profesi dokter gigi di salah satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Solok Selatan.

Romi hanyalah satu dari sekian banyak 'manusia cacat' yang meraih kemenangan dari atas kursi roda. Nama Stephen Hawking akan membuat kita para 'manusia normal' berpikir berulang kali meremehkan penyandang disabilitas.

Stephen Hawking merupakan fisikawan ternama di dunia. Ia terdiagnosa Motoric Neuron Disease yang membuatnya duduk di kursi roda selama hidupnya. Penyakit itu membuatnya kesulitan bicara, sehingga harus menggunakan suara buatan.

Namun, apa yang dia perbuat? Hawking justru mampu menaklukan dunia dari atas kursi rodanya. Bapak Matematika ini merupakan profesor di Universitas Cambridge.

Hawking membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak mempengaruhi kecerdasan otak. Buktinya, ia justru lebih jenius dibandingkan dengan orang-orang yang berjalan bebas di atas kedua kakinya.

Ilmuwan ini mungkin sudah tiada. Tapi ilmu dan kontribusinya di dunia sains dan teknologi akan membekas sepanjang masa. Bahkan setahun setelah kematiannya, Hawking diabadikan dalam koin pecahan 50 pence di Britania Raya.

Cacat dan duduk di kursi roda juga bukan masalah bagi seorang Habibie Afsyah. Pria ini sudah dikenal di Indonesia sebagai pakar marketing di dunia maya. Habibie mampu meraup puluhan juta rupiah dari bisnis daringnya.

Bagaimana penampilan Habibie? Sama. Dia juga cacat dan duduk di kursi roda. Penyakit Muscular Dystrophy Progressive tipe Backer membuat tubuhnya tak bisa berkembang, bahkan menciut.

Tapi dibalik 'kecacatan' yang ia punya, otak Habibie sangat encer. Habibie bahkan menulis buku mengabadikan kisahnya yang tak biasa. Selain menjadi pengusaha daring, Habibie juga menyandang gelar motivator muda dan mendirikan yayasan untuk penyandang disabilitas. Salute!

Kalau sudah begini, apakah manusia yang duduk di kursi roda masih disebut orang yang tidak bisa apa-apa?

*) Penulis adalah jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement