Selasa 10 Sep 2019 16:47 WIB

Indonesia di Ujung Jari Kita

Indonesia kini banyak yang berusaha memecah belah, dengan hoaks dan ujaran kebencian.

Orang utan beraktivitas di tengah kabut asap yang menyelimuti areal hutan sekolah Orang utan Yayasan Penyelamatan Orang utan Borneo (BOSF) di Arboretum Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Orang utan beraktivitas di tengah kabut asap yang menyelimuti areal hutan sekolah Orang utan Yayasan Penyelamatan Orang utan Borneo (BOSF) di Arboretum Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana*

Negeri berjuluk “Sepotong surga yang Tuhan turunkan ke dunia” itu bernama Indonesia. Negeri yang sangat indah dan kaya raya. Sumber daya alamnya melimpah ruah di darat maupun di laut. Negeri dengan mega biodiversity terbesar kedua di dunia setelah Brazil.

Indonesia merupakan negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia. Garis pantainya  terpanjang kedua di dunia (99.149 km). Wilayah Indonesia didominasi laut yakni 5,8 juta km2  (75 persen dari total luas wilayah). Adapun luas daratnya adalah 1,9 juta km2 (25 persen dari total luas wilayah).

Indonesia memiliki 17.504 pulau yang  terdaftar di PBB. Dari jumlah tersebut, yang  sudah bernama dan berkoordinat 14.572 pulau.

Sebagai negara ber-Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia dihuni oleh 1.331 kelompok suku (data Badan Pusat Statistik, Sensus Penduduk 2010). Mereka berbicara dalam 652 bahasa daerah yang berbeda (data dari Badan Bahasa).

photo
Peta Indonesia

Posisi geoekonomi dan geopolitik Indonesia sangat strategis. Data UNCTAD (2012) menyebutkan, sebanyak 45 persen dari seluruh komoditas dan  produk dengan nilai 14 triliun dolar AS per tahun dikapalkan melalui ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia).

Jumlah penduduk Indonesia saat ini 265 juta orang (terbesar keempat di dunia), dengan jumlah kelas menengah yang terus bertambah. Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas menyebut, pada 2030-2040, Indonesia diprediksi akan mengalami masa bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Pada periode tersebut, penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa.

Namun, belakangan ini surga yang Tuhan titipkan itu ada yang berusaha merobeknya.  Caranya antara lain dengan membanjiri dunia maya dengan informasi hoaks (bohong) dan ujaran kebencian. Bagi orang-orang yang kritis dan hati-hati, mungkin tidak gampang termakan oleh postingan hoaks tersebut.

Namun bagi sebagian besar yang lainnya, mereka menganggap postingan itu sebagai hal yang faktual. Bahkan, mereka tak segan-segan untuk meneruskannya kepada orang lain, terutama di grup media sosialnya masing-masing.

photo
Ilustrasi Hoax

Dalam beberapa waktu belakangan, hoaks kian merusak sendi-sendi harmoni sosial masyarakat Indonesia. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat, sepanjang 2019 ini tercatat hampir lebih dari 100 hoaks tercipta setiap bulannya.

Ironisnya, beberapa ibu rumah tangga bahkan sampai ditangkap polisi karena menyebarkan hoaks di media sosial. Sementara, anak muda cenderung diam saat hoaks mendera, padahal anak mudalah yang paling mengerti dunia digital.

Atas dasar itulah Mafindo menginisiasi pem buatan serial video Keluarga Anti Hoaks berkonsep action superhero. Ada figur Papa, Mama Anti, Fina, dan Doni yang akan beraksi melawan kekuatan penyebar hoaks.

"Kami ingin mengembalikan esensi keluarga sebagai satu kesatuan yang me lawan hoaks-hoaks yang berseliweran," kata Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho dalam konferensi pers program Stop Hoaks Indonesia, di Jakarta, belum lama ini.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menyebut, kemajuan ilmu dan teknologi hendaknya dijadikan sebagai sarana untuk memperkokoh perdamaian dan kesatuan bangsa. "Mari kita ambil pelajaran atas peristiwa 'Arab Spring' dan banyak peristiwa lain. Jangan gegara tidak bijak menggunakan medsos lalu terjadi perang saudara," lanjutnya.

Menurutnya, Aksi menebar fitnah, hate speech atau ujaran kebencian, dan berita bohong atau hoaks sama artinya dengan merusak harmoni sosial. Pada waktunya, hal ini akan berlanjut pada perpecahan umat dan memicu konflik yang tak berkesudahan. Ia menyebut, hal ini merupakan suatu hal yang sangat bertentangan dengan ajaran agama.

photo
Ketua PP Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas mengharapkan media sosial bisa dijadikan  agen perubahan. “Sebaiknya media sosial digunakan untuk tumbuh dan berkembangnya anak-anak bangsa menjadi bangsa yang produktif dan kreatif serta tangguh dan tegar dalam menghadapi segala bentuk tantangan," ujar dia.

Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia per April 2019 mencapai lebih dari 171,17 juta jiwa (64,8 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 264 juta jiwa). Berdasarkan hasil riset  Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019, pengguna media sosial  di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56 persen dari total populasi. Sementara pengguna media sosial mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48 persen dari populasi.

Konten positif

Apa yang bisa kita lakukan dengan media sosial kita untuk bangsa dan negara Indonesia tercinta? Banyak sekali. Pertama, setiap pagi, memposting hal-hal positif melalui aplikasi medsos kita, seperti FB, WA Group, Instagram dan lainnya.

Misalnya berupa doa, ucapan selamat pagi, kutipan buku, kutipan ucapan tokoh yang menginspirasi, kutipan ayat dari Kitab Suci, kutipan hadis nabi, pengalaman berkesan atau menginspirasi. Awali pagi hari kita dan orang-orang yang terhubung dengan kita dengan hal-hal positif, membangkitkan optimisme, membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa, maupun sesama manusia.

Pagi hari kita terlalu berharga untuk memposting keluhan, pesimisme, keburukan orang lain, apalagi hoaks dan ujaran kebencian. Kedua, setiap kali membaca buku –baik fiksi maupun nonfiksi-- koran, majalah, buletin dan lain-lain, tandai hal-hal yang penting, menarik, menginspirasi. Kemudian kutip dan posting di medsos kita, misalnya sekali dalam sehari. Bisa pagi hari, ataupun pada waktu-waktu yang lain.

Ketiga, kalau ada ucapan tokoh (pemimpin negara, pemimpin agama, tokoh-tokoh milenial) yang menarik dan menginspirasi, kutiplah dan posting di medsos kita. Keempat, kalau kita punya lontaran ide-ide positif, postinglah di medsos kita. Misalnya jangan pernah takut gagal dalam berbisnis, semua pebisnis sukses pasti pernah mengalami kegagalan.

photo
Ilustrasi Media Sosial

Kelima, setiap kali mengalami hal-hal yang menginspirasi dalam hidup, bagikanlah melalui medsos kita. Misalnya bertemu seorang kakek tua berusia 70 tahun yang berjualan tisu, karena tidak mau hidup bergantung kepada anak-anaknya; pemulung yang menabung untuk pergi haji; tukang nasi uduk yang mengasuh anak-anak yatim; anak tukang bubur yang berhasil meraih beasiswa S2 dan S3 di perguruan tinggi negeri; dan seorang preman atau anak jalanan  membantu seorang nenek menyeberang jalan.

Keenam, setiap kali mengalami hal-hal negatif, maka ambil hikmahnya, dan hikmah itulah yang diposting dalam sosmed kita. Misalnya, motor kita disenggol anak kecil (siswa SMP) yang pergi ke sekolah mengendarai sepeda motor. Hikmahnya adalah orang tua harus memperhatikan kapan usia anak boleh naik motor. Bisa juga dikaitkan dengan zonasi dalam pendidikan.

Ketujuh, kalau mendapatkan kiriman hal-hal yang negatif (hoaks dan ujaran kebencian) melalui medsos kita, setop di kita. Jangan lanjutkan kepada orang lain.

Begitu pula, kalau mendapatkan postingan yang meragukan kebenarannya, coba cek dulu. Untuk cek kebenaran, masyarakat bisa memverifikasi melalui laman Jaringan Pemberitaan Pemerintah (JPP) Kemenkominfo. Jadi, jangan langsung percaya apalagi membagikannya.

Filosofi yang penting kita pegang adalah, kita menyetop postingan negatif yang mampir di medsos kita dan menjauhkan diri dari memosting hal-hal yang negatif (hoaks dan ujaran kebencian), bukan karena kita takut sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal itu kita lakukan semata-mata untuk keselamatan diri kita maupun bangsa Indonesia  secara keseluruhan.

Seperti halnya kita mengenakan helm saat naik sepeda motor. Hal itu kita lakukan bukan karena takut ditilang oleh polisi. Kita memakai helm, untuk melindungi diri kita agar terhindar dari bahaya.

Begitu pula, kita menghindarkan diri kita dari naik motor maupun mobil secara ugal-ugalan bukan karena takut polisi. Akan tetapi, agar diri kita selamat dan orang lain juga selamat. Jangan sampai kita mencelakan diri kita sendiri maupun orang lain.

Penulis yakin, tak ada agama yang mengajarkan kebencian, hoaks apalagi sampai menjurus fitnah. Dalam agama Islam yang penulis yakini, ajarannya sangat jelas: berbohong, ujaran kebencian dan fitnah itu dilarang.

photo
Ustaz Erick Yusuf.

Menarik sekali ungkapan Ustaz Erick Yusuf, dai muda yang mengaku galau terhadap banjirnya hoaks dan selalu berharap seluruh komponen bangsa Indonesia bersatu.  “Kita bisa menggunakan medsos untuk dakwah, untuk keperluan menebarkan segala sesuatu yang baik-baik, sharing ilmu yang bermanfaat dan lain-lain. Dengan cara itu,  insya Allah medsos kita, HP  kita jadi kunci kendaraan yang akan mengantarkan kita ke surga. Tapi sebaliknya hati-hati, kalau medsos tersebut kita gunakan untuk ghibah, status-status yang jelek, bahkan namimah, fitnah dan lain-lain, kita akan memplesetkan diri kita sendiri ke neraka dengan medsos  tersebut,” ujarnya saat diwawancarai Republika.co.id, pekan lalu.

Karenanya, kata Erick Yusuf, tepat sekali pesan Nabi Muhammad SAW, “Kalau kamu tidak bisa mengatakan sesuatu yang baik, maka diamlah.”  “Kalau kamu tidak bisa memposting hal-hal yang baik, ya sudah enggak usah diposting. Jaga jempol kamu. Kalau zaman dulu, lisan bisa memplesetkan kita. Sekarang, jempol yang bisa memplesetkan kita. Ingat, hati-hati, setiap yang kita posting akan dihitung oleh Allah. Kalau baik, akan kembali kepada kita. Kalau buruk, juga akan kembali kepada kita,” tuturnya.

Inilah pesan Ustaz Erick Yusuf, “Yuk, mari kita bijak bermedsos. Postinglah hal-hal yang baik. Insya Allah jika ini menginspirasi orang untuk melakukan kebaikan, kita juga dapat pahalanya. Turut menjaga bangsa dan negara kita. Pokoknya sekecil apa pun langkah yang kita lakukan, misal memposting hal-hal yang baik, memposting hadis-hadis, ayat-ayat yang menginspirasi dan memotivasi, itu sedikit banyak telah mengubah wajah negara kita, jadi adem, lebih saling bisa toleransi dan sebagainya.”

Kalau semua orang Indonesia setiap hari memposting hal-hal positif dan menghindarkan dirinya dari memposting hal-hal negatif, bisa dibayangkan, dalam sehari, jutaan, belasan juta bahkan puluhan juta konten positif menyebar melalui medsos. Dampaknya akan luar biasa dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa kita; mendorong semangat untuk terus berkarya dan meraih prestasi-prestasi terbaik; masyarakat mendapatkan berbagai informasi dan inspirasi positif dalam berbagai bidang; dan tidak kalah pentingnya adalah masyarakat akan bahagia karena hati dan pikirannya dipenuhi oleh hal-hal positif.

Ayo, sahabat, kita bangun bangsa dan negara kita menjadi bangsa dan negara yang bersatu, maju, besar, kuat , berdaulat dan berwibawa di mata dunia. Negeri yang selamanya berjuluk “Sepotong surga yang Tuhan turunkan ke dunia.”

Dan kita semuanya punya andil dengan cara yang sederhana namun sangat strategis, yakni menjadikan upaya memposting hanya hal-hal positif sebagai gaya hidup (life style) kita. Ayo kita lakukan mulai sekarang, sebab nasib Indonesia hari ini dan ke depan ada di ujung jari kita!

TENTANG PENULIS: Irwan Kelana, wartawan Republika, pria kelahiran Depok, 1 September 1965 adalah wartawan, cerpenis dan novelis. Ia juga aktif di sosmed  melalui akun irwankelana (FB) dan irwankelana1 (IG).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement