Selasa 03 Sep 2019 21:05 WIB

Defisit BPJS Kesehatan Butuh Terobosan Bukan Kenaikan

Defisit BPJS Kesehatan disebabkan belitan persoalan yang kompleks.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Anggota DPD RI atau senator Fahira Idris mengkritik pemerintah yang tetap ngotot menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Menaikkan iuran dianggapnya sebagai bentuk lempar tangan pemerintah menyelamatkan BPJS Kesehatan kepada rakyat.

Kenaikan iuran untuk peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah ini rencananya mulai berlaku pada 1 Januari 2020.

Menurut Fahira, Indonesia membutuhkan pemimpin yang punya gagasan besar disertai kemampuan membuat terobosan agar mampu menjalankan program sebesar dan sepenting BPJS Kesehatan. Ini karena defisit BPJS Kesehatan disebabkan belitan persoalan yang kompleks dan lintas sektoral sehingga kondisi ini hanya bisa diselesaikan oleh pemimpin yang paham dan menguasai persoalan.

Rencana kenaikan ini menandakan Presiden Jokowi dan para pembantunya memang tidak punya konsep dan terobosan menyehatkan BPJS Kesehatan.

“Menaikkan iuran adalah selemah-lemahnya bentuk tanggung jawab pemerintah menyehatkan BPJS Kesehatan. Karena artinya sama saja melempar tanggung jawab ke rakyat. Yang ditunggu dan dibutuhkan rakyat itu terobosan, bukan kenaikan iuran,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (3/9).

Menurut Fahira, opsi kenaikan iuran justru akan menjadi preseden tidak baik dalam perjalanan BPJS Kesehatan ke depan. Alih-alih mampu menyehatkan BPJS Kesehatan, kenaikan iuran akan selalu menjadi pembenaran jika ke depan defisit semakin membengkak. Padahal persoalan utama BPJS Kesehatan ada di kemauan politik pemerintah dan reformasi manajemen pengelolaan BPJS Kesehatan.

“Saya melihatnya pemerintah ini mau mudah dan gampangnya saja. Kalau defisit, ya solusinya iuran dinaikkan. Gagasan dan terobosan lain untuk menyehatkan BPJS Kesehatan sama sekali tidak terdengar,” ujar Senator Jakarta ini.

Fahira mengingatkan pemeritah bahwa selain pendidikan, kesehatan adalah skala prioritas negara dalam menjalankan mandat dari rakyat, bukan infrastruktur apalagi pemindahan ibu kota. Pemerintah yang tidak kompeten mengurus kesehatan rakyatnya sama saja tidak mampu menjalankan amanat konstitusi.

“Pemerintah miskin gagasan kalau bicara BPJS Kesehatan, padahal ini prioritas. Namun, kalau bicara pindah ibu kota yang bukan prioritas sampai konferensi pers berkali-kali. Maaf saja, semakin ke sini, pemerintah semakin tidak punya skala prioritas,” kata Fahira.

Sebelumnya saat rapat kerja dengan DPR (2/9), Pemerintah sudah bulat menaikkan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan sebesar 100 persen untuk menutup defisit JKN. Kenaikan iuran itu akan dilakukan mulai 1 Januari 2020, berlaku untuk kelas I dan kelas II.

Sementara itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III masih ditunda setelah Komisi IX dan XI DPR menolak usulan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement